BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang
pokok banyak mengandung ayat-ayat yang bersifat mujmal, mutlak dan ‘am.
Oleh karena itu kehadiran Hadits berfungsi untuk “Tabyin wa Taudhid”
terhadap ayat-ayat tersebut. Tanpa kehadiran Hadits umat Islam tidak mampu
menangkap dan merealisasikan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an secara
mendalam. Ini menunjukkan Hadits menduduki posisi yang sangat penting dalam
literatur sumber hukum Islam.
Meskipun Hadits mempunyai fungsi dan kedudukan
begitu besar sebagai sumber ajaran setelah Al-Qur’an, namun sebagaimana telah
disebutkan, pada awal Islam tidak ditulis secara resmi sebagaimana Al-Qur’an
kecuali penulisan-penulisan yang bersifat pribadi. Upaya penulisan resmi ini
baru terlaksana setelah masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz (abad ke-2 H) melalui
perintahnya kepada Gubernur dan bahkan kepada ulama.
Kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasul
SAW. dengan waktu pembukaan Hadits (yang hampir 1 abad) merupakan kesempatan
bagi orang-orang atau kelompok tertentu untuk melakukan pemalsuan Hadits, baik
untuk tujuan yang menurut maka bersifat “konstruktif” (dengan tujuan untuk
meningkatkan kegiatan ibadah serta amal-amal lainnya) maupun yang deskriptif
(yang sengaja untuk mengaburkan dan menodai ajaran) dengan mengatasnamakan
Rasul SAW. yang padahal beliau tidak pernah mengatakan atau melakukan. Dengan
kata lain mereka membuat Hadits Maudlu'.
B. Rumusan-Rumusan Masalah
- Apakah pengertian Hadits Maudlu' itu ?
- Kapankah awal mula adanya Hadits Maudlu' dan apakah faktor yang melatarbelakanginya ?
- Bagaimanakah kriteria kepalsuannya suatu Hadits Maudlu' dan contohnya?
- Apakah usaha-usaha para ulama dalam memberantas kepalsuan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hadits Maudlu'
Kata maudlu’ adalah isim maf’ul dari وضع – يضع – وضعا yang
menurut bahasa berarti الإسقاط (meletakkan atau
menyimpan), الإفتراء الإختلاف (mengada-ada
atau membuat-buat) dan الترك اى المتروك (ditinggalkan).
Sedangkan secara terminologis, Hadits Maudlu'
didefinisikan sebagai berikut:
ما نسب إلى رسول الله
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إختلافا و كذبا ممّا لم يقله أو يفعله أو يقره
“Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. secara
dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, melakukan atau
menetapkannya.”
Ada juga yang mengatakan bahwa Hadits Maudlu'
ialah:
هو المختلع المصنوع
المنصوب إلى رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زورا و بهتانا سواء كان
ذلك عمدا ام خطاء
“Hadits yang diciptakan serta dibuat oleh seorang (pendusta)
yang ciptaan itu dibangsakan kepada Rasulullah SAW. secara palsu dan dusta baik
hal itu disengaja maupun tidak.”
Jadi dengan adanya pengertian di atas, dapat
dikatakan bahwa Hadits Maudlu' bukan Hadits yang bersumber dari Rasulullah SAW.
akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan seseorang atau dari pihak tertentu
yang alasan kemudian dinisbatkan pada Rasulullah SAW.
B.
Awal Munculnya Suatu Hadits Maudlu'
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan
mulai terjadinya pemalsuan Hadits. Berikut akan dikemukakan pendapat mereka.
1.
Menurut Ahmad Amin bahwa Hadits Maudlu'
terjadi sejak masa Rasulullah SAW. masih hidup. Alasan yang dijadikan
argumentasi adalah sabda Rasulullah SAW.:
فمن كذب عليّ متعمدا فليتبوّأ مقعده فى النار
“Barangsiapa yang secara sengaja berdusta kepadaku maka hendaknya
dia mengambil tempat di neraka.”
Menurutnya dengan dikeluarkannya sabda tersebut, Rasulullah SAW.
mengira telah ada pihak-pihak yang ingin berbuat bohong pada dirinya. Oleh
karena itu, Hadits tersebut merupakan respon terhadap fenomena yang ada saat itu
yang berarti menggambarkan bahwa kemungkinan besar pada zaman Rasulullah SAW.
telah terjadi pemalsuan Hadits. Sehingga Rasulullah SAW. mengancam kepada para
pihak yang membuat Hadits palsu.[2]
Ahmad Amin juga memaparkan satu Hadits yang diriwayatkan oleh
Muslim, bahwasannya suatu waktu Basyir al-Adwy menemui Ibn Abbas kemudian
mereka berbincang-bincang dan Basyir berkata: “Telah bersabda
Rasulullah SAW. ....”. Akan tetapi Ibnu Abbas mengacuhkan hadistnya dan tak
memperhatikan apa yang dikatakan.
Dalam hal ini dijelaskan bahwa ketika Basyir ingin menyampaikan
sabda Rasulullah SAW., maka ia akan segera ke sana. Dan jika orang tersebut tidak
bisa menjangkau kebenaran maka ia tidak akan ada periwayatan kecuali memang
benar-benar sudah tahu. Ahmad Amin juga memaparkan bahwa semenjak Islam mulai
meluas ke berbagai daerah dan berbondong-bondong masuk Islam maka sebenarnya
dari situlah potensi melakukan pemalsuan Hadits.[3]
2.
Shalhah ad-Din ad-Dabi mengatakan bahwa
pemalsuan Hadits berkenaan dengan masalah keduniawian telah terjadi pada masa
Rasulullah SAW.
Alasannya adalah Hadits at-Tahawi dan at-Tabrani, dalam kedua
Hadits tersebut dinyatakan bahwa pada masa Nabi ada seseorang telah membuat
berita bohong dengan mengatasnamakan Nabi. Ia mengaku telah diberi wewenang
oleh Nabi untuk menyelesaikan suatu masalah yang terjadi pada suatu kelompok
masyarakat di sekitar Madinah. Kemudian dia melamar seorang gadis di daerah
tersebut. Tetapi lamaran itu ditolak. Utusan dari masyarakat tersebut
memberitahukan berita utusan yang dimaksud kepada Nabi. Ternyata Nabi tidak
pernah menyuruh orang tersebut dan beliau lalu menyuruh sahabatnya untuk
membunuh orang yang bohong seraya berpesan: “Apabila ternyata orang yang
bersangkutan telah meninggal dunia, maka jasadnya harus dibakar”.
Hadits ini banyak yang diriwayatkan at-Tahawi (at-Tabrani)
memiliki sanad yang lemah (dha'if), karena itu kedua riwayat tersebut tidak
dapat dijadikan dalil.
3.
Menurut Jumhur al-Muhadditsin.
Pemalsuan terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Menurut mereka, hadits-Hadits yang ada sejak zaman Nabi hingga sebelum
terjadinya pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah bin Abi
Sufyan masih terhindar dari pemalsuan. Dengan demikian, jelaslah bahwa pada
zaman Nabi, tidak mungkin ada pemalsuan Hadits. Demikian pula pada masa
kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan. Hal ini
dapat dibuktikan dari kegigihan, kehati-hatian, dan kewaspadaan mereka terhadap
Hadits.
Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib mulai terjadi pemalsuan.
Pada masa tersebut telah terjadi perpecahan politik antara golongan Ali dan
pendukung Mu'awiyah. Upaya ishlah dan tahkim tidak mampu
meredam pertentangan mereka. Bahkan semakin menambah ruwetnya masalah dengan
keluarganya sebagai pengikut Ali (Khawarij) dan membentuk kelompok sendiri.
Golongan yang terakhir ini kemudian tidak hanya memusuhi Ali tetapi juga
Mu'awiyah.
Masing-masing golongan, selain berusaha mengalahkan lawannya,
juga berupaya mempengaruhi orang-orang yang tidak berada dalam perpecahan.
Salah satu cara yang mereka tempuh ialah dengan membuat Hadits palsu. Dalam
sejarah dikatakan bahwa yang pertama-tama membuat Hadits palsu adalah golongan
Syi'ah.
C.
Faktor-faktor yang Melatarbelakangi
Pemalsuan Hadits tidak hanya dilakukan oleh
orang-orang Islam, akan tetapi juga oleh orang-orang non Islam yang berusaha
mencemarkan Hadits sebagai sumber ajaran Islam. Dari kalangan Islam sendiri,
menurut para ulama, yang mula-mula membuat Hadits semacam ini ialah golongan
Syi'ah. Kegiatan yang pengaruhnya sangat jelas pada banyaknya hadits-Hadits ini
untuk kepentingan mereka, serta bermunculannya hadits-Hadits palsu yang lainnya
dari pihak lawannya.[5]
Adapun beberapa motif pendorong bagi mereka
untuk pembuatan Hadits palsu antara lain:
1)
Pertentangan politik
Perpecahan umat Islam yang diakibatkan politik
yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya
terhadap perpecahan umat ke dalam beberapa golongan dan kemunculan
Hadits-Hadits palsu. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan
mempengaruhi orang-orang dengan membawa-bawa Al-Qur’an dan al-Hadits.
Konflik-konflik politik telah menyeret
permasalahan agama masuk kedalamnya dan membawa pengaruh juga pada
madzhab-madzhab keaamaan. Karena persaingan untuk menonjolkan kelompok mereka
masing-masing, maka ketika mencari dalil dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah tidak
ada, mereka membuat pernyataan-pernyataan yang disandarkan pada Nabi SAW. Dari
sinilah Hadits palsu berkembang. Materi Hadits pertama tentang keunggulan
seseorang dan kelompoknya.
Menurut Ibnu Abi al-Haddad dalam “Syarah
Nahi al-Balaghah”, sebagaimana dikutip Mustafa al-Siba'i yang pertama
membuat adalah kelompok Ibn al-Mubarak mengatakan:
الدّين لأهل الحديث و
الكلام و الخيل لأهل الرأيى و الكذب للرافضة
“Agama untuk ahli Hadits, percakapan dan menghayal untuk ahli
ra’yi dan kebohongan itu untuk golongan Rafidah.”
Hammad bin Salamah pernah meriwayatkan bahwa
ada seorang Rafidah berkata: “Sekiranya kita pandang baik maka kita jadikan
Hadits.” Imam Syafi'i juga pernah berkata: “Bahwa ia tidak melihat
pemuas hawa nafsu yang melebihi sekte Rafidah dalam membuat Hadits palsu.”
Contoh Hadits palsu golongan Syi'ah antara
lain:
يا على ان الله غفور
لك و الذريتك و لوالديك و لأهلك و لشيعتك و لمحبى شيعتك
“Wahai Ali sesungguhnya Allah SWT. mengampunimu, keturunanmu,
kedua orang tuamu, keluargamu, golongan Syi'ahmu dan orang-orang yang mencintai
golongan Syi'ahmu.”
Golongan Mu'awiyah juga membuat:
الأمناء ثلاثة أنا و
جبريل و معاوية انت منىّ يا معاوية و انا منك
“Tiga golongan yang dapat dipercaya yaitu saya (Rasul), Jibril
dan Mu'awiyah. Kamu termasuk golonganku dan aku bagianmu.”
Sedang golongan Khawarij menurut sejarah tidak
pernah membuat Hadits palsu.
2)
Usaha kaum Zindik
Kaum Zinik adalah golongan yang membenci Islam
baik sebagai agama ataupun dasar pemerintahan. Mereka tidak dapat melampiaskan
kebenciannya melalui pemalsuan Al-Qur’an akan tetapi melalui pemalsuan Hadits.
Abd al-Karim ibn Aur di hukum mati oleh
muahmmad bin Sulaiman bin Ali karena ia telah membuat Hadits palsu sebanyak
4.000 Hadits. Seorang Zindik mengaku, ia juga membuat ratusan ribu Hadits
palsu. Hadits yang dibuat kaum Zindik kata Hammad, berjumlah 12.000 Hadits.
Contoh Hadits yang dibuat kaum Zindik:
النظرة الى الوجه الجميل صدقة
“Melihat wajah cantik termasuk ibadah.”
3)
Fanatik terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri
dan pimpinan
Mereka membuah Hadits palsu karena didorong
oleh skap ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa,
kelompok atau yang lain. Golongan al-Syuubiyah yang fanatik terhadap bahasa Persi
mengatakan:
إن الله إذا غضب أنزل الوحي بالعربية و إذا رضى أنزل الوحى
بالفارسيّة
“Apabila Allah murka, maka Dia menurunkan
wahyu dengan bahasa Arab, apabila senang maka akan menurunkannya dengan bahasa
Persi,”
Sebaliknya, orang Arab yang fanatik terhadap
bahasanya mengatakan:
إن الله إذا غضب أنزل الوحى بالفارسيّة و إذا رضى أنزل الوحى
بالعربية
“Apabila Allah murka, menurunkan wahyu dengan
bahasa Persi dan apabila senang menurunkan dengan bahasa Arab.”
Golongan yang fanatik kepada madzhab Abu
Hanifah pernah membuat Hadits palsu. “Di kemudian hari akan ada
seseorang umatku yang bernama Abu Hanifah bin NU’man. Ia ibarat obor bagi
umatku.”
Demikian pula golongan yang fanatik menentang
Imam Syafi'i membuat Hadits palsu. Seperti “Di kemudian hari akan ada
seseorang umatku yang bernama Muhammad bin Idris. Ia akan lebih menimbulkan
madharat kepada umatku daripada iblis.”
4)
Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan
nasihat
Mereka melakukan pemalsuan hadits ini guna
memperoleh simpatik dari pendengarnya dan agar mereka kagum melihat
kemampuannya. Hadits yang mereka katakan terlalu berlebih-lebihan dan tidak
masuk akal. Sebagai contoh dapat dilihat pada berikut:
من قال لا اله الاّ
الله خلق الله من كل كلمة طائرا منقاره من ذهب وريشه من جان
“Barangsiapa yang mengucapkan kalimat Allah
akan menciptakan seekor burung (sebagai balasan dari tiap-tiap kalimat) yang
paruhnya terdiri dari emas dan bulunya dari marjan.”
Imam al-Suyuti mengatakan: “Salah seorang
pawang yang berkediaman di Baghdad menafsirkan firman Allah SWT.:
عسى أن يبعثك مقاما محمودا ( الإسراء : 17 / 79 )
Dengan arti:
“Nabi duduk bersanding dengan Allah di atas Arasy-Nya.” Riwayat
ini sampai kepada Muhammad bin Jarir al-Thabary dan beliau menjadi marah
karenanya. Untuk menunjukkan kemarahannya beliau menulis pada pintu rumahnya.
“Maha suci Allah tidak memerlukan teman yang baik dan tidak pula seorang pun
yang duduk menemaninya di Arsy-Nya.”
Ayub al-Ikhtiyar memberikan komentar terhadap
akibat dari pengaruh para tukang cerita dalam merusak Hadits:
ما أفسد على الناس حديثهم
“Tiada sejelek-jeleknya pembicaraan kecuali
(yang berasal) dari tukang cerita.”
5)
Perselisihan madzhab dan ilmu kalam
Munculnya hadits-Hadits palsu dalam masalah
fiqih dan ilmu kalam ini berasal dari para pengikut madzhab. Mereka berani
melakukan pemalsuan Hadits didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan
madzhabnya masing-masing.
Di antara hadits-hadits palsu tentang masalah
ini adalah:
-
Siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam
shalat maka shalatnya tidak sah.
-
Jibril menjadi imamku dalam shalat di Ka'bah.
Ia (Jibril) membaca basmalah dengan nyaring.
-
Yang junub wajib berkumur dengan menghisap air
tiga kali
-
Semua yang ada di bumi dan langit serta di
antara keduanya adalah makhluk, kecuali Allah dan Al-Qur’an. Barangsiapa yang
mengatakan Al-Qur’an itu makhluk maka niscaya ia kufur kepada Allah yang Maha
Agung dan saat itu pula jatuhlah talak kepada isterinya.
6)
Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti
apa yang dilakukan
Banyak di antara kaum ulama yang membuat Hadits
palsu dari dan bahkan mengira usahanya itu benar dan merupakan upaya pendekatan
diri kepada Allah, serta menjunjung tinggi agama-Nya.
Mereka menyatakan: “Kami berdosa semata-mata
untuk menjunjung tinggi nama Rasulullah dan bukan sebaliknya.” Seperti membaca
surat-surat tertentu dalam Al-Qur’an, tentang keutamaan wirid dengan maksud
memperluas kalbu manusia, dan lain-lain.
7)
Menjilat penguasa
Ghiyar bin Ibrahim merupakan tokoh yang banyak
ditulis dalam kitab Hadits sebagai pemalsu Hadits tentang “perlombaan”. Matan
asli sabda Rasulullah berbunyi:
لا سبق ألاّ فى فصل او حف
Kemudian Ghiyar menambah kata اوجناح dalam
akhir Hadits tersebut dengan maksud agar diberi hadiah oleh khalifah al-Mahdi.
Lalu khalifah memberikan hadiah 10.000 dirham namun Qiyas hendak pergi,
al-Mahdi menegur “Aku yakin itu semua sebenarnya merupakan dusta atas nama
Rasulullah SAW.”[6]
Beberapa motif pembuatan Hadits palsu di atas
dapat dikelompokkan menjadi:
- Ada yang sengaja
- Ada yang tidak sengaja
merusak agama
- Ada yang karena merasa
yakin bahwa membuat Hadits palsu diperbolehkan
- Ada yang karena tidak
tahu gila dirinya membuat Hadits palsu.
Tujuan mereka membuat hadits palsu ada yang
positif dan ada juga yang negatif. Apapun alasannya ditegaskan bahwa membuat
Hadits Maudlu' merupakan tercela dan menyesatkan, dengan sabda Rasulullah:
فمن كذب عليّ متعمداً فليتبوّاء مقعده من النار[7]
D.
Kriteria Kepalsuan Suatu Hadits
Sebagaimana para ulama menciptakan
kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan untuk mengetahui sahih, hasan atau
dha'ifnya suatu Hadits, mereka juga menentukan ciri-ciri untuk mengetahui
kemaudlu’an suatu Hadits. Ditentukan ciri-cirinya terdapat pada matan dan
sanadnya antara lain sebagai berikut:
a. Ciri yang ada pada
sanad
1) Pengakuan dari si
pembuat sendiri, sebagai pengakuan seorang guru tasawuf ketika ditanya
keutamaan ayat Al-Qur’an menjawab:
لم يحدثنى احد ، و
لكن رأينا الناس قد رغبوا عن القرآن فوضعنا لهم هذا الحيث ليصرفوا قلوبهم إلى
القرآن
“Tidak ada seorang pun
yang meriwayatkan Hadits padaku, akan tetapi serentak kami melihat
manusia-manusia sama membenci Al-Qur’an. Kami ciptakan untuk mereka Hadits ini
(tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an), agar mereka menaruh perhatian untuk
mencintai Al-Qur’an.”
Pengakuan seorang rawi
menurut Ibnu Daqiqi belum dapat dipastikan me-maudlu’-kan suatu Hadits, karena
mungkin sekali si rawi itu bohong dalam pengakuannya.
2) Qarinah-qarinah yang
memperkuat adanya pengakuan membuat Hadits Maudlu'
Seperti yang dilakukan
Qiyas bin Ibrahim kepada al-Mahdi:
لا سبق إلاّ نصل او خفّ او حافر او جناح
“Tidak sah perlombaan
selain: mengadu anak panah, mengadu unta dan mengadu kuda atau burung.”
Ia menambah “burung”
untuk membenarkan tindakan al-Mahdy yang pada saat itu mengadu burung.
b. Ciri yang ada pada
matan
1)
Dari segi makna, antara lain bertentangan
dengan Al-Qur’an, Hadits mutawattir, dan ijma' dan dengan logika yang sehat.
Contoh yang
bertentangan dengan Al-Qur’an:
ولد الزنا لا يدخل الجنة الى سبعة ابناء
“Anak zina itu tidak
dapat masuk surga sampai tujuh keturunan.”
Makna Hadits ini
bertentangan dengan Al-Qur’an surat al-An’am: 164:
و لا تزر وازرة وزر أخرى
“Dan seorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Contoh yang
bertentangan dengan Hadits Mutawattir:
و إن كل من يسمّى لهذه الأسماء ( محمد و احمد ) لا يدخل النار
“Bahwa setiap orang
dinamakan dengan nama-nama (Muhammad, Ahmad atau semisalnya) ini tidak akan
masuk neraka.”
Hadits tersebut
bertentangan dengan sunnah-Sunnah Rasulullah SAW. yang menerangkan bahwa neraka
itu tidak dapat ditembus dengan nama-nama tersebut akan tetapi keselamatan dari
neraka karena keimanan dan amal saleh.
Contoh yang
bertentangan dengan ijma':
“Bahwa Rasulullah
tidak menetapkan (menunjuk) seorang penggati sesudah beliau meninggal dunia.”
2)
Dari segi lafadz yang berlebih-lebihan.
Contohnya:
لقمة فى بطن جائع أفضل من بناء الف جائع
“Sesuap makanan di
perut si lapar adalah lebih baik daripada membangun seribu masjid jami’”.
c. Dari sumber yang
diriwayatkannya
Para pembuat Hadits Maudlu' dalam menjalankan
tugas-tugasnya, kadang-kadang mengambil dari pikiran sendiri semata-mata dan
kadang-kadang menukil dari perkataan orang-orang yang dipandang alim pada waktu
itu atau perkataan orang alim mutaqaddimin. Misalnya Hadits Maudlu' yang
dinukil dari perkataan orang-orang mutaqaddimin:
حبّ الدنيا رأس كل خطيئة
“Cinta keduniaan ialah modal kesalahan”.
Perkataan ini sesungguhnya adalah perkataan
Malik bin Dinar. Tetapi oleh pembuatan Hadits Maudlu' dibangsakan (didakwakan)
kepada sabda Nabi Muhammad SAW.[8]
E.
Usaha Para Ulama Memberantas Sebuah Hadits
1)
Mengisnadkan hadits
Meminta sanad kepada mereka yang menyampaikan
hadits dan akhirnya menetapkan sanad suatu hadits. Sebab sanad bagi hadits
bagaikan nasab bagi seseorang. Setelah itu diteliti sanadnya kalau terdiri dari
ahli Sunnah diambil jika ahli bid’ah ditolak.
2)
Meningkatkan perlawatan mencari hadits
Dengan cara meningkatkan perlawatan mencari
hadits dari suatu kota ke kota untuk menemui sahabat yang meriwayatkan hadits.
Jika di dengar ada hadits dari selain sahabat mereka mencari sahabat Rasulullah
SAW. untuk memperkuatkannya.
3)
Mengambil tindakan kepada para pemalsu hadits
Mereka menupas para pemalsu dan melarang
mereka meriwayatkan hadits dan menyerahkan pada penguasa.
4)
Menjelaskan tingkah laku perawi
Dengan cara demikian perawi-perawi dijelaskan
biografinya, tingkah laku, kelahiran, kematian, keadilan dan daya ingatnya.
5)
Membuat ketentuan-ketentuan umum tentang
klasifikasi hadits
Membuat ketentuan dan syarat-syarat bagi
hadits shahih, hasan dan dha'if.
6)
Membuat ketentuan-ketentuan untuk mengetahui
ciri-ciri Hadits Maudlu’
Mereka membuat ketentuan mengenai tanda-tanda
Hadits Maudlu’ baik ciri y ada pada sanad maupun matan.[10]
BAB III
KESIMPULAN
Ø Hadits Maudlu’ menurut
bahasa adalah meletakkan atau menyimpan, mengada-ada, ditinggalkan.
Menurut istilah adalah: Bukan
hadits dari Rasulullah SAW. akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan
seseorang dari pihak tertentu yang alasannya dinisbatkan pada Rasulullah SAW.
Ø Awal muncul Hadits
Maudlu’
Ada 3 pendapat
diantaranya yaitu:
- Ahmad Amin mengatakan
Hadits Maudlu’ terjadi pada masa Rasulullah SAW.
- Shalhah ad-Din ad-Dabi
mengatakan pemalsuan hadits berkenaan dengan masalah keduniawian pada masa
Rasulullah
- Al-Muhaddisin
mengatakan Hadits Maudlu’ terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib.
Ø Faktor yang
melatarbelakangi antara lain:
1) Pertentangan politik
Sejak zaman khalifah
Ali bin Abi Thalib terjadi perpecahan golongan, oleh karena itu, setiap
golongan membuat hadits palsu untuk memperkuat golongan mereka.
2) Usaha kaum zindik
meruntuhkan Islam
3) Fanatik terhadap
bangsa, suku, bahasa, negeri dan pemimpin
4) Mempengaruhi kaum awam
dengan kisah dan nasehat
5) Perselisihan madzhab
dan ilmu kalam
6) Membangkitkan gairah
beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan
7) Menjilat penguasa
Ø Kriteria kepalsuan dan
contoh:
a. Pada sanad
1) Pengakuan dari pemalsu
2) Qarinah-qarinah yang
memperkuat adanya pengakuan membuat Hadits Maudlu’
3) Qarinah-qarinah yang
berpautan dengan tingkah laku
b. Pada matan
1) Segi makna ® bertentangan dengan Al-Qur’an, hadits mutawattir, dengan
ijma' dan tidak logis
2) Segi lafal ® berlebih-lebihan
Contoh:
ولد الزنا لا يدخل الجنة الى سبعة ابناء
“Anak zina itu tidak dapat masuk surga sampai
7 keturunan.”
و إن كل من يسمّى لهذه الأسماء ( محمد و احمد ) لا يدخل النار
“Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama
(Muhammad, Ahmad atau semisalnya) ini tidak akan masuk neraka.”
c. Sumber riwayatnya
1. Mengambil dari pikiran
sendiri
2. Kadang-kadang menukil
dari perkataan orang yang dipandang
Ø Usaha-usaha untuk
mengatasi Hadits Maudlu’
1)
Mengisnadkan hadits
2)
Meningatkan perlawatan
3)
Mengambil tindakan kepada para pemalsu
4)
Menjelaskan perawinya
5)
Membuat klasifikasi hadits
6)
Membuat ketentuan untuk mengetahui ciri-ciri
Hadits Maudlu’
DAFTAR PUSTAKA
- Ramuwijaya, Untung,
1996, Ilmu Hadis, Gaya Media Pratama, Jakarta.
- Mudasir, 2008, Ilmu
Hadist, Pustaka Setia, Bandung.
- Suprapto, Munzier,
2002, Ilmu Hadist, PT. Raja Grafindo, Jakarta.
- Rahman, Fatchur,
1974, Ikhtisar Mustholahul Hadis, PT. Alma’rif, Bandung.
- Hasan, Qodhi,
1996, Ilmu Mustholah Hadist, CV. Diponegoro, Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.com/2012/05/makalah-hadis-maudhu.html
0 komentar:
Post a Comment