Saturday, April 21, 2018

KONSEP MULTIKULTURALISME DALAM PANDANGAN ISLAM


Nama         : elva triana
Semester   : VII 

Konsep multikulturalisme dalam pandangan islam

Di era multikulturalisme dan pluralisme, pendidikan agama sedang mendapat tantangan karena ketidakmampuannya dalam membebaskan peserta didik keluar dari eksklusifitas beragama. Wacana kafir-iman, muslim non-muslim, surga-neraka seringkali menjadi bahan pelajaran di kelas selalu diindoktrinasi.
Pelajaran teologi diajarkan sekedar untuk memperkuat keimanan dan pencapaiannya menuju surga tanpa dibarengi dengan kesadaran berdialog dengan agama-agama lain. Kondisi inilah yang menjadikan pendidikan agama sangat eksklusif dan tidak toleran. Padahal di era pluralisme dewasa ini, pendidikan agama mesti melakukan reorientasi filosofis paradigmatik tentang bagaimana membangun pemahaman keberagamaan peserta didik yang lebih inklusif-pluralis, multikultural, humanis, dialogis-persuasif, kontestual, substantif dan aktif sosial.
Paradigma keberagamaan yang inklusif-pluralis berarti menerima pandapat dan pemahaman lain yang memiliki basis ketuhanan dan kemanusiaan. Pemahaman keberagamaan yang multikultural berarti menerima adanya keragaman ekspresi budaya yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan keindahan. Pemahaman yang humanis adalah mengakui pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam beragama, artinya seorang yang beragama harus dapat mengimplementasikan nilai-nilai kemanusiaan; menghormati hak asasi orang lain, peduli terhadap orang lain dan berusaha membangun perdamaian bagi seluruih umat manusia.
Paradigma dialogis-persuasif lebih mengedepankan dialog dan cara-cara damai dalam melihat perselisihan dan perbedaan pemahaman keagmaan dari pada melakukan tindakan-tondakan fisik seperti teror, perang, dan bentuk kekerasan lainnya. Paradigma kontekstual berarti menerapkan cara berfikir kritis dalam memahami teks-teks keagamaan. Paradigma keagamaan yang substantif berarti lebih mementingkan dan menerapkan nilai-nialai agama dari pada hanya melihat dan mengagungkan simbol-simbol keagamaan. Sedangkan paradigma pemahaman keagmaan aktif sosial berati agama tidak hanya menjadi alat pemenuhan kebutuhan rohani secara pribadi saja. Akan tetapi yang terpenting adalah membangun kebersamaan dan solidaritas bagi seluruh manusia melalui aksi-aksi sosial yang nyata yang dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia, kita dapat berfikir
dan bila kita mencermati berbagai kasus terjadinya konflik keagamaan akhir-akhir ini, salah satu faktor penyebabnya adalah adanya paradigma keberagamaan masyarakat yang bersifat eksklusif. Karena itu, diperlukan langkah-langkah preventif untuk mencegah berkembangnya paradigma tersebut, yaitu dengan membangun pemahaman keberagamaan yang lebih inklusif-pluralis, multikultural, humanis, dialogis-persuasif, kontekstual melalui pendidikan, media massa, dan interaksi sosial.
B.     NILAI NILAI KEBERAGAMAN INKLUSIF DI SEKOLAH
menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif pada siswa. Pada gilirannya, out-put yang dihasilkan dari sekolah/universitas tidak hanya cakap sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagamaan dalam memahami dan menghargai keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan lain.
Dalam membangun pemahaman keberagaman siswa yang inklusif, guru mempunyai posisi penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai keberagamaan inklusif di sekolah. Adapun peran guru di sini, meliputi;
1.     seorang guru/dosen harus mampu bersikap demokratis, baik dalam sikap maupun perkataannya tidak diskriminatif.
2.     guru/dosen seharusnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan agama. Misalnya, ketika terjadi bom Bali (2003), maka seorang guru yang berwawasan multikultural harus mampu menjelaskan keprihatinannya terhadap peristiwa tersebut.
3.     guru/dosen seharusnya menjelaskan bahwa inti dari ajaran agama adalah menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh ummat manusia, maka pemboman, invasi militer, dan segala bentuk kekerasan adalah sesuatu yang dilarang oleh agama.
4.     guru/dosen mampu memberikan pemahaman tentang pentingnya dialog dan musyawarah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan keragaman budaya, etnis, dan agama

0 komentar:

Post a Comment