Saturday, April 21, 2018

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA TENTANG AGAMA SEBAGAI METODE PSIKOTERAHPI


MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA
“AGAMA SEBAGAI METODE PSIKOTERAPI”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mandiri
 mata kuliah Psikologi Agama

Dosen Pengampu:  NURJANAH, S.Ag, S. Sy. M.SI


Description: Logo IAID

Disusun oleh:
ELVA TRIANA
NPM: 13032858


FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) 5-A
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
2017

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahim
Alhamdulillah segala puji bagi Allah tuhan pencipta alam, yang mana dengan rahmatnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Psikologi Agama mengenai Kelebihan Agama Sebagai Metode Psikoterapi. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarganya, sahabat-sahabatnya, tabi’in dan tabi’at serta kepada kita selaku umatnya.
Atas berkat dan rahmatnya serta inayah Allah SWT, Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan tugas mandiri sekaligus bahan presentasi kelompok ini.
Serta kami berterima kasihkepada :
1.      Ibu Nurjanah, S.Ag, S.Sy, M.SI selaku dosen Psikologi Agama di Institut Agama Islam Darussalam (IAID)
2.      Para orang tua yang telah memberikan materi maupun moral kepada kami.
3.      Dan kepada pihak–pihak yang tak bisa kami sebutkan satu persatu.
Akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini, mohon maaf apabila dalam penyampaian makalah ini dirasa masih cukup jauh dari kesempurnaan, mohon dimaklumkan. Mungkin apabila ada kesalahan dalam tulisan atau penyampaian ini datangnya dari kami dan segala kelebihanya merupakan kerahman rohiman sang pencipta.


Ciamis,   Desember 2017


Penulis









DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. iii
A.    Latar Belakang..................................................................................... iii
B.Rumusan Masalah.................................................................................. iii
C.Tujuan..................................................................................................... iii
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 1
A.  Motivasi beragama.....................................................................................
B.  Peranan Agama..................................................................................     
C.  Pengalaman Keagamaan.....................................................................     
D.  Terminologi Agama............................................................................   
E.    Kesehatan Mental.....................................................................................
F.    Prinsip- Prinsip Kesehatan Mental............................................................

BAB III PENUTUP ........................................................................................ .. 18
A.    Kesimpulan....................................................................................... 18
B.     Saran ................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19




BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan di dunia ini seseorang sering kali dihadapkan pada situasi yang tidak diharapkan, pengalaman buruk, tekanan batin dan konfik kejiwaan yang menyebabkan dirinya menderita kejiwaan. Ganguan kejiwaan ini dapat diketahui berdasarkan tiga hal. Pertama, persepsi yang mengangap dirinya paling super atau menganggap orang lain berbeda dibawah dirinya. Kedua, perilaku yang menyimpang. Ketiga, perasaan putus asa.
Ganguan kejiwaan dapat melemahkan kemampuan penderita untuk menemukan hukum yang berlaku dan tata etika yang moral universal serta melemahkan rasa tanggung jawabnya dalam berinteraksi dengan realitas sekitarnya dengan baik. Banyak ahli psikologi dan psikiatri ingin mengatasi problem kejiwaan tersebut. Selain itu agamawan juga berusaha untuk membantu mengatasi kesulitan kejiwaan trsebut. Namun, sejauh ini kedua kelompoktersebut,psikologdanpsikiatersebagaikelompokpertamadanagamawandilainpihakbelummenyatu di dalamkegiatanmereka.
Keadaansepertiinidisebabkanolehadanyapemikiranbahwa agama bukanlahsesuatu yang bisamasukkedalamilmupengetahuan.
Tulisan ini berisikan suatu upaya untuk melihat hubungan antara apa yang diajarkan oleh agama (islam) dan ilmu pengetahuan dalam kaitannya denganperanagama (islam) sebagaisalahsatumetodeterapikhususnyakesehatanjiwa.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Motivasi Beragama?
2.      Apa  Peranan Agama?
3.      Apa yang dimaksud Pengalaman Keagamaan ?
4.   Apa Terminologi Agama ?
5.   Apa yang dimakksud dengan Kesehatan Mental?
6.   Apa Saja Prinsip- Prinsip Kesehatan Mental?
C. Tujuan Masalah
1.     Mengetahui  apa yang dimaksud dengan Motivasi Beragama?
2.     Mengetahui  apa  Peranan Agama?
3.     Mengetahui  apa yang dimaksud Pengalaman Keagamaan ?
4.   Mengetahui apa Terminologi Agama ?
5.   Mengetahui apa yang dimakksud dengan Kesehatan Mental?
6.   Mengetahui apa saja Prinsip- Prinsip Kesehatan Mental?














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Motivasi Beragama
Ada empat motivasi beragama yang menyebabkan orang beragama, yaitu:
1.        Agama sebagai sarana untuk mengatasi frustasi
Manusia mempunyai kebutuhan dalam kehidupan ini, mulai dari kebutuhan fisik sampai pada kebutuhan psikis. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi maka terjadilah ketidakseimbangan, yakni antara kebutuhan dengan pemenuhan, maka hal ini akan menimbulkan kekecewaan yang tidak menyenangkan, kondisi atau keadaan inilah yang disebut frustasi. Pengamatan psikologi menunjukkan bahwa keadaan frustasi itu dapat menimbulkan tingakah laku keagamaan. Orang yang mengalami frustasi tidak jarang mengatasi frustasinya dengan bertingkaah laku religious atau keagamaan.
2.        Agama sebagai sarana untuk menjaga kesusilaan
Elizabrth K. Nottinghamn mengatakan bahwa agama memiliki kontribusi terhadap proses sosialisasi dan masing-masing anggota masyarakat. Manusia membutuhkan suatu institusi yang menjaga dan menjamin berlangsungnya ketertiban dalam hidup moral dan sosial, dan agama sangat berfungsi sebagai institusi semacam itu.  Motivasi agama yang mereka lahirkan lewat tingkah laku keagamaan tersebut tidak lain merupakankeberadaan agama sebagai sarana untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
3.        Agama sebagai sarana untuk memuaskan intelek yang ingin tahu
Agama memang mampu memberikan jawaban atas kesukaran intelektual-kognitif, sejauh kesukaran itu diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologi, yaitu oleh keinginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan agar dapat menempatkan diri secara berarti dan bermakna ditengah-tengah alam semesta ini.
4.      Agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan
Ketakutan yang dimaksud adalah ketakutan yang tidak ada obyeknya. Ketakutan tanpa obyek itu membingungkan manusia dari pada ketakutan yang mempunyai obyek. Kalau ada obyek, maka rasa takut diatasi dengan memberantas atau memerangi obyek yang menakutkan itu, tapi kalau tidak ada obyeknya, bagaimana seseorang harus memerangi atau mengatasi ketakutan itu.
Didalam agama islam ada dua jenis motivasi beragama, yaitu motivasi beragama yang rendah dan motivasi beragama yang tinggi.
1.      Motivasi beragama yang rendah
Diantara motivasi beragama yang rendah dalam islam adalah:
a.       Motivasi beragama karena didorong oleh perasaan jah dan riya’. Seperti motivasi orang dalam beragama karena ingin kepada kemuliaan dan keriyaan dalam kehidupan masyarakat.
b.      Motivasi beragama karena ingin mematuhi orang tua dan menjauhi larangannya.
c.       Motivasi beragamakarena demi gengsi atau prestise, seperti ingin mendapat predikat alim atau taat.
d.      Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan sesuatu atau seseorang.
e.       Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk melepaskan diri dari kewajiban agama. Dalam hal ini orang menganggap agama itu sebagai suatu beban, suatu yang wajib dan tidak menganggapnya suatu kebutuhan yang penting dalam hidup.

2.      Motivasi beragama yang tinggi dalam islam adalah:
Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan surga dan menyelamatkan diri dari azab kubur. Didalam islam ketaqwaan merupakan pokok bagi tumbuhnya kesejahteraan dan kebahagiaan jiwa. Sedangkan kejahatan merupakan pokok bagi timbulnya kesengsaraan dan ketidakbahagiaan jiwa manusia.
a.       Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
b.      Motivasi beragama didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keridhaan Allah dalam hidupnya.
c.       Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.
d.       Motivasi beragama karena didorong ingin hulul (mengambil tempat untuk menjadi satu dengan Tuhan). Motivasi ini dipelopori oleh seorang sufi yang bernama Husain Ibnu Manshur al-Hallaj.
e.       Motivasi beragama karena didorong oleh kecintaan (mahabbah) kepada Allah SWT. Motivasi ini dipelopori seorang sufi yang bernama Rabi’ah al-Adawiyah.
f.        Motivasi beragama karena ingin mengetahui rahasia Tuhan dan peraturan Tuhan tentang segala yang ada (ma’rifah). Ma’rifah merupakan nur  ilahi yang dihujamkan kepada qalbu suci yang dikehendakinya. Seorang yang mencapai ma’rifah mengalami penyingkapan (kasyaf) dan penyaksian (musyahadah) terhadap ilmu yang hakiki. Ma’rifah diperoleh melalui penajaman cita rasa setelah melakukan penyucian diri (tazkiyah al-nafs) dan latihan (riyadhah). Motivasi ini dipelopori oleh seorang sufi yang bernama Abu Hamid al-Ghozali.
g.       Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk al-ittihad (bersatu dengan Tuhan). Menurut ajaran tasawuf untuk mencapai al-ittihad ada proses yang harus dilalui. Proses ittihad diawali dengan adanya al-fana dan al-baqa yaitu menghancurkan atau menghilangkan kesadaran terhadap dirinya dan yang ada hanya eksistensi Tuhan. Maksud menghilangkan kesadaran akan dirinya sendiri adalah menghilangkan kebodohan, menghilangkan sesuatu yang menyalahi peraturan Tuhan, menghilangkan semua akhlak yang tercela, menghilangkan sifat-sifat kebinatangan dan kemanusiaan dan menghilangkan eksistensi atau wujud jasmani. Sedangkan maksud menetapkan kesadaran akan wujud Tuhan adalah menetapkan akan ilmu pengetahuan, menetapkan sesuatu yang sesuai dengan peraturan Tuhan, mengisi dengan akhlak terpuji, menetapkan sifat-sifat ketuhanan dan menetapkan eksistensi atau wujud rohani untuk bersatu dengan Tuhan.

B.            Peranan Agama
       Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa dunia berfikir dan rasanya itulah yang membentuk kebudayaan dan hidup dalam kebudayaan. Masalah manusia adalah amat kompleks, ruang lingkupnya sangat luas, seluas alam pikiran dan perasaannya. Kalimat kebudayaan itu adalah gabungan dari dua kata “budi” dan “daya”. Budi terletak di hati, sedangkan daya terletak pada perbuatan. Iman timbalan budi, amal shaleh timbalan daya.
       Cara hidup adalah makna yang paling umum dalam kebudayaan, yang secara umum dipersetui oleh para ahli sekelompok manusia yang mengamalkan cara hidup yang sama membentuk kesatuan sosial atau masyarakat dalam tiap ruang dan kawasan wujud cara hidupnya sendiri, karena itu kebudayaan di suatu daerah berbeda dengan kebudayaan lainnya.
Endang Saifuddin mengemukakan defenisi sebagai berikut: kebudayaan adalah hasil karya cipta (pengolahan, pengarahan dan pengarahan terhadap alam) oleh manusia dengan kekuatan jiwa (pikiran perasaan, kemauan, intuisi, imajinasi fakultas-fakultas ruhaniah lainnya) dan raganya, yang menyatakan diri dalam berbagai kehidupan (hidup ruhaniah penghidupan hidup lahiriah) manusia, sebagai jawaban atas segala tantangan, tuntutan dan dorongan dari intra diri manusia dan ekstra diri manusia, menuju arah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.(spritual dan material) manusia, baik individu maupun masyarakat ataupun individu dan masyarakat
A.H. Hasanuddin mengemukakan fungsi agama itu adalah:
a.       Mendidik manusia, jadi tenteram dan damai, tabah dan tawakal, ulet dan percaya pada diri sendiri.
b.       Membentuk manusia jadi berani berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan dengan kesiapan mengabdi dan berkorban.
c.        Mencetak manusia jadi sabar, enggan atau takut untuk melakukan pelanggaran yang menjurus kepada dosa.
d.      Memberi sugesti manusia, agar dalam jiwanya tumbuh sifat mulia terpuji dan penyantun, toleran kepada dosa.
Peranan agama itu sebagai tali kekang
1.      Tali kekang dari pada pengembara akal pikiran (yang liar dan binal)
2.      Tali kekang dari gejolak hawa nafsu (yang angkara murka)
3.      Tali kekang dari pada ucapan dan perilaku (yang keji dan biadab).


C.            Pengalaman Keagamaan
Pengalaman keagamaan didefinisiskan sebagai penyaksian Tuhan atau perkara-perkara gaib lainnya. Jika penyaksian itu berhubungan dengan hal-hal yang bersifat inderawi, maka hal tersebut disebut dengan pengalaman inderawi. Tetapi jika penyaksian tersebut berhubungan dengan Tuhan atau hal-hal yang berasal dari-Nya, maka disebut pengalaman keagamaan     Dalam pengalaman keagamaan, Tuhan memanifestasikan diri-Nya sendiri dalam wujud para pesuluk (orang yang meniti jalan ruhani). Terkadang pengalaman keagamaan juga meliputi terkabulnya doa dan penyembuhan penyakit. Tetapi dalam kerangka pembahasan filosofis, pengalaman keagamaan dibatasi oleh pengalaman-pengalaman yang mengandung pengetahuan tentang Tuhan.
Rudolf Otto dan Schleiermacher beranggapan bahwa pengalaman keagamaan adalah inti dan substansi agama, pemikiran agama dan akhlak lebih bersifat aksiden. Dalam pandangan Otto, jika agama dipahami dan diyakini berdasarkan pengenalan rasionalitas atas wujud dan sifat-sifat Tuhan, maka akan terdapat kesalahan dalam pemahaman agama.
Pengalaman keagamaan adalah substansi agama dengan makna bahwa hakikat agama adalah perasaan khas yang lahir ketika berhadapan dengan hakikat tak terbatas. Hal-hal lain, seperti pemikiran agama, amal perbuatan dan akhlak tidak termasuk dalam hakikat dan inti agama. Oleh karena itu, jika keadaan perasaan tersebut hadir pada diri seseorang, maka dia disebut memiliki agama. Tetapi jika sebaliknya, maka dia tidak dikategorikan sebagai orang yang beragama. Apabila perasaan tersebut semakin sempurna, maka agama pun semakin sempurna. Agama dan perasaan berbanding lurus.
Pengalaman keagamaan adalah inti dan substansi agama dengan tafsiran bahwa ia merupakan tujuan dan maksud hakiki agama. Ibn ‘Arabi menerima pengalaman keagamaan sebagai substansi agama dalam pengertian tersebut. Menurut dia, syariat adalah jalan yang mengantarkan pesuluk mencapai penyaksian (syuhudi) dan penyatuan dengan nama-nama dan sifat-sifat Tuhan. Tingkatan inilah yang dimaksud tujuan dan kesempurnaan agama. Jadi, kesempurnaan agama seseorang bergantung pada kemanunggalannya dengan nama dan sifat Tuhan. Semakin banyak dia menyerap nama dan sifat Tuhan, semakin sempurna agamanya.
1.      Bentuk-bentuk Pengalaman Keagamaan
a.       Pengalaman interpretatif
Yang dimaksud dengan pengalaman interpretative (interpretative experiences) adalah warna pengalaman agama ini bukan disebabkan oleh kekhususan-kekhususan pengalaman itu sendiri, tetapi ditentukan oleh penafsirannya atas agama. Jadi, pelaku yang meraih pengalaman keagamaan, memandang pengalamannya sendiri berdasarkan suatu penafsirannya atas agama. Seperti seorang muslim yang memandang kematian anaknya sebagai balasan atas dosanya sendiri, atau seorang penganut Kristen menafsirkan kematian anaknya sebagai ikut serta dalam penderitaan Isa As. Jadi, mereka bersabar dalam musibah tersebut dan menghasilkan ekspresi kejiwaan dalam bentuk kesedihan, kenikmatan atau kebahagiaan.
Poin penting dalam masalah ini adalah dengan bantuan penafsiran, maka semua hal yang terjadi dalam kehidupan dapat diwarnai dengan warna keagamaan, lantas diamalkan dan dihayati. Sisi epistemologi  dalam pengalaman ini bukanlah hal yang dipentingkan.
b.      Pengalaman inderawi
Pengalaman inderawi (sensory experience) adalah pengalaman yang bersifat penginderaan yang dipengaruhi oleh lima panca indera. Penglihatan-penglihatan yang bersifat keagamaan, perasaan menderita ketika melakukan pengamalan keagamaan, melihat malaikat, mendengar wahyu dan percakapan Musa as dengan Tuhan, kesemuanya itu dikategorikan dalam pengalaman inderawi.
c.       Pengalaman wahyu
Pengalaman ini meliputi wahyu, ilham dan bashirah yang seketika. Pengalaman wahyu (revelatory experience) yang bersifat seketika, tanpa penungguan sebelumnya, hadir dalam diri pesuluk. Dan warna keagamaan pengalaman ini berkaitan dengan isi dan makna dari wahyu tersebut. Menurut Davis, pengalaman ini memiliki lima kriteria:
  1. Bersifat tiba-tiba dan waktunya yang singkat;
  2. Meraih pengetahuan baru tanpa tafakkur dan argument;
  3. Berpengaruhnya faktor eksternal;
  4. Keyakinan akan kebenaran yang diperoleh;
  5. Tidak dapat dijelaskan dan digambarkan.

D.           Terminologi Agama
Pengertian agama secara etimologi, kata agama berasal dari bahasa sangsekerta, yang berasal dari akar kata gam artinya pergi, kemudian dari kata gam tersebutmendapat awalan a dan akhiran a, maka terbentuklah kata agama artinya jalan. Maksudnya, jalan mencapai kebahagiaan.
                  Di samping itu terdapat pendapat yang menyatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa sangsekerta yang akar katanya adalah a dan gama. A artinya tidak dan gama artinya kacau. Jadi, arti kata agama adalah tidak kacau atau teratur.
                  Kata religi - religion dan religio, secara etimologi – menurut winker paris dalam algemene encyclopaedie mungkin sekali dari bahasa latin, yaitu dari kata religere atau religare yang berarti terikat, maka dimaksudkan bahwa setiap orang yang bereligi adalah orang yang senantiasa merasa terikat dengan sesuatu yang dianggap suci. Kalau dikatakan berasal dari kata religere yang berarti berhati hati, maka dimaksudkanbahwa orang yang bereligi itu adalah orang yang senantiasa bersikap hati hati dengan sesuatu yang dianggap suci.
Dari etimologis ketiga kata di atas maka dapat diambil pengertian bahwa agama (religi, din): (1) merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera; (2) bahwa jalan hidup tersebut berupa aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan manusia yang dianggap sebagai kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti dan ditaati. (3) aturan tersebut ada, tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh dan berkembangnya kehidupan manusia, masyarakat dan budaya.
1.        Jenis Makna Etimmologi
Dalam bahasa Inggris, kata “agama” diterjemahkan menjadi “religion”. Untuk mengkaji kata “religion”, kami menggunakan metode yang sama dengan di atas, yakni melalui metode etimologis
Ada dua pendapat mengenai asal-usul kata “agama”. Pertama, berasal dari bahasa Indo-German, yaitu “gam”, identik dengan “go” dalam bahasa Inggris yang berarti “jalan, cara berjalan, cara-cara sampai pada keridhaan Tuhan”. Namun, menurut Sukardji, orang yang mengatakan bahwa kata “agama” berasal dari bahasa Indo-German berarti belum mengetahui bahasa Sansekerta. Kedua, berasal dari bahasa Sansekerta. Dalam kitab Upadeca tentang “Ajaran-ajaran Agama Hindu”, disebutkan bahwa “agama” tersusun dari kata “a” yang berarti “tidak” dan “gam” yang berarti “jalan”. Dalam bentuk harfiah, “agama” berarti “tetap di tempat, langgeng, abadi, diwariskan secara terus-menerus dari generasi ke generasi” (Sukardji, 1993: 26-27). Ada pula pendapat lain, yaitu “agama” berasal dari kata “a” yang berarti “tidak”, dan “gama” yang berarti “kacau”. Maksudnya, orang-orang yang memeluk suatu agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya, hidupnya tidak akan kacau.
Kata “agama” dalam bahasa Arab diterjemahkan menjadi “ad-dien”. Munjied mengatakan bahwa arti harfiah dari “ad-dien” cukup banyak, misalnya “pahala, ketentuan, kekuasaan, peraturan, dan perhitungan”. Fairuzabadi dalam kamusnya, Al-Muhieth, mengatakan bahwa arti harfiah “ad-dien” adalah “kekuasaan, kemenangan, kerajaan, kerendahan, kemuliaan, perjalanan, peribadatan, dan paksaan” (Sukardji, 1993: 28). Sedangkan menurut Harun Nasution, “ad-dien” mengandung arti “menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan” (Jalaluddin, 1996: 12).
2.      Pengertian Agama Secara Terminology
Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-Qur’an agama sering disebut dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi.
3.      Jenis Makna Terminology
Definisi yang diberikan para ahli sangat banyak. Saya sendiri menyimpan kira-kira 12 definisi. Namun, definisi-definisi itu hanya menampilkan salah satu segi agama saja. Saya hanya akan memberikan beberapa definisi saja yang menurut saya paling lengkap.
Webster New 20th Century Dictionary mengungkapkan bahwa definisi “religion” adalah “the system of rules of conduct and law of action based upon the recognition of belief in, and reverence for human power of supreme authority”. Batasan itu menggambarkan bahwa “religion” adalah suatu sistem peraturan-peraturan dari kegiatan yang semuanya itu didasarkan pada adanya kepercayaan dan pegangan pada kekuatan yang Mahakuasa dan norma perilaku manusia yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Tuhan (Sukardji, 1993: 33)
Sukardji memberikan definisi “ad-dien” sebagai “undang-undang kebutuhan yang mendorong dan menjiwai orang berakal dengan usahanya untuk sejahtera hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat” (Sukardji, 1993: 34-35)
E.            Kesehatan Mental
Dr.Kartini Kartono mengatakan bahwa orang yang memiliki mental sehat memilki sifat-sifat khas,antara lain mempunyai kemampuan untuk bertindak secara episien memiliki tujuan-tujuan hidup yang jelas  memiliki konsep diri yang sehat memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usaha nya,memiliki regulasi diri dan memiliki batin yang selalu tenang.
Jadi,orang yang sehat mentalnya dapat melakukan adaptasi (penyesuaian diri) dengan lingkungannya,dengan mudah dapat menempatkan diri pada perubahan sosial,selalu aktif berpartisipasi dan dapat merasakan kepuasan atas terpenuhi kebutuhannya.
Apabila di tinjau dari, kata “mental” berasal dari kata latin,yaitu,”mens”atau”mentis”artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu jiwa).
Berikut ini merupakan beberapa defenisi dari kesehatan mental:
1.        Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejola jiwa (neurose) dan gejola penyakit jiwa (psychose).
2.        Kesehatan Mental adalah adanya kemmpuan yang memiliki oleh seseorang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri orang lain, masyarakat atau lingkungannya.
3.         Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan seseorang untuk mengembangkan potensi bakatdadan pembawaan yang ada semaksimal mungkin sehingga menyebabkan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
4.         Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa serta terciptanya kemempuan untukl menghadapi permasalahan sehari-hari sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan hatinya.

a.         Masalah Kesehatan Mental
Kesehatan mental / jiwa selalu mempersoalkan mental/jiwa yang dimiliki seseorang apakah bermasalah ataukan memilki kehidupan rohani yang sehat. Dan juga menegakkan pada keutuhan peribadi psiko-fisik manusia yang menyeluruh.
Kesehatan mental sebagai ilmu membicarakan bangaimana cara seseorang memecahkan masalah batinya sehingga ia mampu memahami berbanagi kesulitan hidup dan melakukan berbagai upaya agar jiwanya menjadi bersih.
Dengan memahami ilmu kesehatan mental adalah arti mengerti, mau dan mampu mengaktualisasikan dirinya, maka seseorang tidak akan megalami bermacam-macam ketegangan kekuatan dan komplik barin. Selain itu, ia melakukan upaya agar jiwanya menjadi seimbang dan kepribadiannya pun terinteraksi dengan baik. Ia juga akan mampu memecahkan segala kesulitan jiwa.
Permasalahan lain yang erat hubungannya dengan ilmu kesehatan mental, anatara lain adanya usaha untuk menghindari unsur tekanan batin, komplik pribadi dan menciptakan integrasi batin yang baik untuk melawan ketegangan dan komplik jiwa.
Orang yang sehat  mentalnya mempunyai pribadi normal. Mereka akan bertindak dan berprilaku baik agar dapat di terima oleh masyarakat. Selain itu dalam karakter dirinya terdapat kesesuaian dengan norma dan pola hidup masyarakat.
b.      Peranan Pendidikan Agama Terhadap Kesehatan Mental
Ada beberapa peranan pendidikan agama dalam kesehatan mental, antara lain:
1.      Dengan Agama, dapat Memberikan Bimbingan dalam Hidup
Ajaran agama yang di tanamkan sejak kecil kepada anak-anak dapat membentuk kepribadian yang islami. Anak akan mampu mengendalikan keiginan-keigina dan terbentuk sesuatu kepribadian yang harminis maka ia mampu menghadapi dorongan yang bersifat fisik dan rohani/sosial, sehingga ia dapat  bersikap wajar tenang dan tidak melanggar hokum dan peraturan masyarakat.
2.      Ajaran Agama sebagai Penolong dalam Kesukaran Hidup
Setiep orang pasti pernah merasakan kekecewaan, sehingga bila ia tidak berpengang teguh pada ajaran agam dia akan memiliki perasaan rendah diri, apatis, pesimis, dan merasakan kegelisahan. Bagi oarng yang berpengang  teguh pada agama bila mengalami kekecewaan ia tidak akan merasa putus asa tetapi ia menghadapinya dengan tenang dan tabah. Ia segera mengigat Tuhan sehingga ia dapat menemukan factor-faktor yang menyebabkan kekecewaan. Dengan demikian, ia terhindar dari gangguan jiwa.
3.      Aturan Agama dapat Menentramkan Batin
Agama dapat memberi jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang gelisah. Banyak orang yang tidak menjalankan perintah agama, selalu merasa gelisah dalam hidupnya  tetapi setelah menjalankan agama ia mendapat ketenangan hati. Seseorang yang telah mendapat kesuksesan terkadang melupakan agama. Ia terhanyut dalam harta yang berlimpah. Bahkan ia berusaha terus mencari harta.
yang dapat membuat dirinya bahagia. Namun, jauh dalam lubuk hatinya, ia merasa hampa. Hatinya gersang dan tidak pernah tentram. Kemudian ia merenungkan diri merasa bahkan hartanya tidak dapat memberinya ketengan batin.
4.      Ajaran Agama sebagai pengendali Moral
Moral adalah kelakuan yang sangat sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan tersebut).
5.      Agama dapat Menjadi Therapi Jiwa
Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa. Sikap, perasaan, dan kelakuan yang menyebabkan kegelisahan akan dapat diatasi bila manusia  menyesali perbuatannya dan memohon sehingga tercapailah kerukunan hidup dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
6.      Peranan Agama bagi Pembinaan mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama moral dan sosial (lingkungan) yang di perolehnya. Jika di masa kecil mereka memproleh pemahaman mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mereka akan mempunyai unsur-unsur yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai-nilai sosial dan moral sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan perkembangan masyarakat. Imam akan sifat-sifat Tuhan Maha Kuasa dan Maha Pelindung sangat diperlukan oleh setiap manusia. Karena setiap orang memerlukan rasa aman dan tidak terancam oleh bahaya, musuh, mala petaka dan berbagai gangguan terhadap keselamatan dirinya.


F.        Prinsip – Prinsip Kesehatan Mental
Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental/ jiwa, bertujuan mencegah timbulnya gangguan atau penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.
 Prinsip-prinsip kesehatan mental manusia dan sebab kekalutan mental
Ada beberapa prinsip pokok kesehatan mental manusia, antara lain :
1.      Menerima diri sebagaimana adanya (self-aceptance)
Pada umumnya, orang yang sehat mentalnya dapat menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya dan mempunyai self-esteem yang positif, tetapi jangan sampai berlebih-lebihan. Self-esteem merupakan essential component mengenai mental yang sehat (Allport, 1961; Maslow, 1970; Rogers, 1961 dalam Capuzzi & Gross, 1997). Self-esteem yang negatif dapat menimbulkan berbagai masalah sehingga keadaan mental kurang baik atau kurang sehat. Menerima keadaan diri sebagaimana adanya juga berarti menerima diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
2.      Mengerti tentang keadaan diri (self-knowledge)
Orang yang mentalnya sehat mengerti dengna baik tentang keadaan dirinya. Orang akan sadar, baik mengenai perasaannya, motivasinya, kemampuan berpikirnya, maupun aspek-aspek mentalnya yang lain.
3.      Self-confidence dan self control
Orang yang sehat mentalnya mempunyai percaya diri (self confidence)
 dan kontrol diri (self-control). Merek adapat independen bila diperlukan dan dapat pula asertif apabila yang bersangkutan ingin asertif. Mereka mempunyai internal focus of control. Merek adapat mengontrol dirinya dengan baik.
4.      A clear perception of reality
Orang yang sehat mentalnya mampu mengadakan persepsi keadaan realita secara baik. Orang dapat membedakan mana yang riil dan mana yang tidak. Orang yang demikian tidak mencampuradukkan anatara yang riil dengna yang tidak riil, bersifat objektif, dan selalu melihat realita seperti apa adanya.
5.      Balance and moderation
Orang yang mentalnya sehat mempunyai keseimbangan atau balance dalam kehidupannya. Mereka bekerja, tetapi juga istirahat atau main; menangis, tetapi juga tertawa; mementingkan diri (selfish), tetapi juga mementingkan sosial (altruistic); berpikir logis, tetapi juga intuitif, pada dasarnya, kehidupan mereka selalu dalam keadaan keseimbangan. Orang yang sehat mentalnya bersikap moderat, tidak ekstrim. Kalau bersikap ekstrim dapat menimbulkan masalah.
6.      Love of others
Orang yang sehat mentalnya akan menyayangi sesama manusia, mereka tidak mempunyai sikap permusuhan terhadap orang lain. Dengan demikian, mereka dapat diterima secara baik oleh orang-orang lain, tidak timbul permusuhan, suasana adanya kedamaian.
7.      Love of life
Orang yang sehat mentalnya akan menyayangi kehidupan yang dihadapi. Apa yang dihadapi dalam kehidupannya selalu diterima secara tulus dan penuh rasa sayang.
8.      Purpose in life
Orang yang sehat mentalnya menyadari dengan sepenuhnya tentang tujuan kehidupannya. Untuk apa dan ke arah mana kehidupannya disadari dengan sepenuhnya, tidak ada keragu-raguan dalam mengarungi kehidupannya.

Demikianlah prinsip-prinsip kesehatan mental, pengembangan dan penyesuaian diri (adjustment) yang merupakan dasar kebahagiaan bagi setiap orang. Kekurangan pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut akan mengurangi kebahagiaannya. Derajat kebahagiaan anatara lain dapat diukur melalui kemantapan pelaksanaan prinsip-prinsip itu.
















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.    Elizabrth K. Nottinghamn mengatakan bahwa agama memiliki kontribusi terhadap proses sosialisasi dan masing-masing anggota masyarakat. Manusia membutuhkan suatu institusi yang menjaga dan menjamin berlangsungnya ketertiban dalam hidup moral dan sosial, dan agama sangat berfungsi sebagai institusi semacam itu.  Motivasi agama yang mereka lahirkan lewat tingkah laku keagamaan tersebut tidak lain merupakankeberadaan agama sebagai sarana untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
2.    Endang Saifuddin mengemukakan defenisi sebagai berikut: kebudayaan adalah hasil karya cipta (pengolahan, pengarahan dan pengarahan terhadap alam) oleh manusia dengan kekuatan jiwa (pikiran perasaan, kemauan, intuisi, imajinasi fakultas-fakultas ruhaniah lainnya) dan raganya, yang menyatakan diri dalam berbagai kehidupan (hidup ruhaniah penghidupan hidup lahiriah) manusia, sebagai jawaban atas segala tantangan, tuntutan dan dorongan dari intra diri manusia dan ekstra diri manusia, menuju arah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.(spritual dan material) manusia, baik individu maupun masyarakat ataupun individu dan masyarakat
3.    Pengalaman keagamaan adalah inti dan substansi agama dengan tafsiran bahwa ia merupakan tujuan dan maksud hakiki agama. Ibn ‘Arabi menerima pengalaman keagamaan sebagai substansi agama dalam pengertian tersebut. Menurut dia, syariat adalah jalan yang mengantarkan pesuluk mencapai penyaksian (syuhudi) dan penyatuan dengan nama-nama dan sifat-sifat Tuhan. Tingkatan inilah yang dimaksud tujuan dan kesempurnaan agama. Jadi, kesempurnaan agama seseorang bergantung pada kemanunggalannya dengan nama dan sifat Tuhan. Semakin banyak dia menyerap nama dan sifat Tuhan, semakin sempurna agamanya.
4.    Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-Qur’an agama sering disebut dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi.
5.    Dr.Kartini Kartono mengatakan bahwa orang yang memiliki mental sehat memilki sifat-sifat khas,antara lain mempunyai kemampuan untuk bertindak secara episien memiliki tujuan-tujuan hidup yang jelas  memiliki konsep diri yang sehat memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usaha nya,memiliki regulasi diri dan memiliki batin yang selalu tenang.
6.    Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental/ jiwa, bertujuan mencegah timbulnya gangguan atau penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.


B.       Saran
Dengan adanya makalah ini saya berharap rekan rekan mahasiswa dan mahasiswi dapat memahami makna dan tujuan dibuatnya makalah ini,,sehingga dapat dipelajari dan digali lebih mendalam lagi.
















DAFTAR PUSTAKA

Ancok ,Damaluddin & Fuat Nashori Suroso.2008.Psikologi Islam. Cetakanke VII.  Yogyakarta: PustakaPelajar.
Sholeh , Mohamad & ImamMusbikin. 2005.Agama sebagai terapi. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Najati ,Muhammad Ustman.2004. Psikologi dalam PersepektifHadits.Jakarta:Al-HusnaBaru.
Mohamad sholeh & imam.Agama sebagai terapi (Yogyakarta:PustakaPelajar, 2005),
Damaluddin Ancok & Fuat Nashori Suroso. Psikologi Islam ( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2008),Muhammad  Ustman Najati.Psikologi dalam Persepektif Hadis.(Jakarta:Al-HusnaBaru, 2004
Yusak Burhanuddin. Kesehatan Mental, Bandung: Pustaka Setia, 1998.
Zakiah Daradjat. Islam & Kesehatan Mental, Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001.

0 komentar:

Post a Comment