MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA
“AGAMA SEBAGAI METODE PSIKOTERAPI”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mandiri
mata kuliah Psikologi Agama
Dosen Pengampu:
NURJANAH, S.Ag, S. Sy. M.SI

Disusun oleh:
ELVA
TRIANA
NPM:
13032858
FAKULTAS
TARBIYAH
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM (PAI) 5-A
INSTITUT
AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
2017
KATA
PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahim
Alhamdulillah
segala puji bagi Allah tuhan pencipta alam, yang mana dengan rahmatnya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah Psikologi Agama mengenai Kelebihan Agama
Sebagai Metode Psikoterapi. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarganya, sahabat-sahabatnya,
tabi’in dan tabi’at serta kepada kita selaku umatnya.
Atas
berkat dan rahmatnya serta inayah Allah SWT, Alhamdulillah saya dapat
menyelesaikan tugas mandiri sekaligus bahan presentasi kelompok ini.
Serta
kami berterima kasihkepada :
1. Ibu
Nurjanah, S.Ag, S.Sy, M.SI selaku dosen Psikologi Agama di Institut
Agama Islam Darussalam (IAID)
2. Para
orang tua yang telah memberikan materi maupun moral kepada kami.
3. Dan
kepada pihak–pihak yang tak bisa kami sebutkan satu persatu.
Akhirnya
kami dapat menyelesaikan makalah ini, mohon maaf apabila dalam penyampaian
makalah ini dirasa masih cukup jauh dari kesempurnaan, mohon dimaklumkan.
Mungkin apabila ada kesalahan dalam tulisan atau penyampaian ini datangnya dari
kami dan segala kelebihanya merupakan kerahman rohiman sang pencipta.
Ciamis, Desember 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR
ISI ........................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN .................................................................................. iii
A. Latar
Belakang..................................................................................... iii
B.Rumusan
Masalah..................................................................................
iii
C.Tujuan..................................................................................................... iii
BAB
II PEMBAHASAN .................................................................................... 1
A. Motivasi
beragama.....................................................................................
B. Peranan
Agama..................................................................................
C. Pengalaman
Keagamaan.....................................................................
D. Terminologi
Agama............................................................................
E. Kesehatan Mental.....................................................................................
F. Prinsip- Prinsip Kesehatan Mental............................................................
BAB
III PENUTUP ........................................................................................ .. 18
A. Kesimpulan....................................................................................... 18
B. Saran
................................................................................................ 18
DAFTAR
PUSTAKA ........................................................................................ 19
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan di dunia ini seseorang
sering kali dihadapkan pada situasi yang tidak diharapkan, pengalaman buruk,
tekanan batin dan konfik kejiwaan yang menyebabkan dirinya menderita kejiwaan.
Ganguan kejiwaan ini dapat diketahui berdasarkan tiga hal. Pertama,
persepsi yang mengangap dirinya paling super atau menganggap orang lain berbeda
dibawah dirinya. Kedua, perilaku yang menyimpang. Ketiga,
perasaan putus asa.
Ganguan kejiwaan dapat melemahkan
kemampuan penderita untuk menemukan hukum yang berlaku dan tata etika yang
moral universal serta melemahkan rasa tanggung jawabnya dalam berinteraksi
dengan realitas sekitarnya dengan baik. Banyak ahli psikologi dan psikiatri
ingin mengatasi problem kejiwaan tersebut. Selain itu agamawan juga berusaha
untuk membantu mengatasi kesulitan kejiwaan trsebut. Namun, sejauh ini kedua
kelompoktersebut,psikologdanpsikiatersebagaikelompokpertamadanagamawandilainpihakbelummenyatu
di dalamkegiatanmereka.
Keadaansepertiinidisebabkanolehadanyapemikiranbahwa
agama bukanlahsesuatu yang bisamasukkedalamilmupengetahuan.
Tulisan ini berisikan suatu upaya untuk
melihat hubungan antara apa yang diajarkan oleh agama (islam) dan ilmu
pengetahuan dalam kaitannya denganperanagama (islam)
sebagaisalahsatumetodeterapikhususnyakesehatanjiwa.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Motivasi Beragama?
2. Apa
Peranan Agama?
3. Apa
yang dimaksud Pengalaman Keagamaan ?
4.
Apa Terminologi Agama ?
5.
Apa yang dimakksud dengan Kesehatan Mental?
6.
Apa Saja Prinsip- Prinsip Kesehatan Mental?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan Motivasi Beragama?
2. Mengetahui
apa Peranan Agama?
3. Mengetahui
apa yang dimaksud Pengalaman Keagamaan ?
4.
Mengetahui apa Terminologi Agama ?
5.
Mengetahui apa yang dimakksud dengan Kesehatan Mental?
6.
Mengetahui apa saja Prinsip- Prinsip Kesehatan Mental?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Motivasi
Beragama
Ada empat
motivasi beragama yang menyebabkan orang beragama, yaitu:
1.
Agama sebagai sarana untuk mengatasi
frustasi
Manusia
mempunyai kebutuhan dalam kehidupan ini, mulai dari kebutuhan fisik sampai pada
kebutuhan psikis. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi maka terjadilah
ketidakseimbangan, yakni antara kebutuhan dengan pemenuhan, maka hal ini akan
menimbulkan kekecewaan yang tidak menyenangkan, kondisi atau keadaan inilah
yang disebut frustasi. Pengamatan psikologi menunjukkan bahwa keadaan frustasi
itu dapat menimbulkan tingakah laku keagamaan. Orang yang mengalami frustasi
tidak jarang mengatasi frustasinya dengan bertingkaah laku religious atau
keagamaan.
2.
Agama sebagai sarana untuk menjaga
kesusilaan
Elizabrth K.
Nottinghamn mengatakan bahwa agama memiliki kontribusi terhadap proses
sosialisasi dan masing-masing anggota masyarakat. Manusia membutuhkan suatu
institusi yang menjaga dan menjamin berlangsungnya ketertiban dalam hidup moral
dan sosial, dan agama sangat berfungsi sebagai institusi semacam itu. Motivasi agama yang mereka lahirkan lewat
tingkah laku keagamaan tersebut tidak lain merupakankeberadaan agama sebagai
sarana untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
3.
Agama sebagai sarana untuk memuaskan
intelek yang ingin tahu
Agama memang
mampu memberikan jawaban atas kesukaran intelektual-kognitif, sejauh kesukaran
itu diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologi, yaitu oleh keinginan
dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan agar dapat menempatkan
diri secara berarti dan bermakna ditengah-tengah alam semesta ini.
4.
Agama sebagai sarana untuk mengatasi
ketakutan
Ketakutan
yang dimaksud adalah ketakutan yang tidak ada obyeknya. Ketakutan tanpa obyek
itu membingungkan manusia dari pada ketakutan yang mempunyai obyek. Kalau ada
obyek, maka rasa takut diatasi dengan memberantas atau memerangi obyek yang
menakutkan itu, tapi kalau tidak ada obyeknya, bagaimana seseorang harus
memerangi atau mengatasi ketakutan itu.
Didalam
agama islam ada dua jenis motivasi beragama, yaitu motivasi beragama yang
rendah dan motivasi beragama yang tinggi.
1. Motivasi beragama yang rendah
Diantara
motivasi beragama yang rendah dalam islam adalah:
a.
Motivasi beragama karena didorong
oleh perasaan jah dan riya’. Seperti motivasi orang dalam beragama karena ingin
kepada kemuliaan dan keriyaan dalam kehidupan masyarakat.
b.
Motivasi beragama karena ingin
mematuhi orang tua dan menjauhi larangannya.
c.
Motivasi beragamakarena demi gengsi
atau prestise, seperti ingin mendapat predikat alim atau taat.
d.
Motivasi beragama karena didorong
oleh keinginan untuk mendapatkan sesuatu atau seseorang.
e.
Motivasi beragama karena didorong
oleh keinginan untuk melepaskan diri dari kewajiban agama. Dalam hal ini orang
menganggap agama itu sebagai suatu beban, suatu yang wajib dan tidak
menganggapnya suatu kebutuhan yang penting dalam hidup.
2. Motivasi beragama yang tinggi dalam islam
adalah:
Motivasi
beragama karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan surga dan
menyelamatkan diri dari azab kubur. Didalam islam ketaqwaan merupakan pokok
bagi tumbuhnya kesejahteraan dan kebahagiaan jiwa. Sedangkan kejahatan merupakan
pokok bagi timbulnya kesengsaraan dan ketidakbahagiaan jiwa manusia.
a.
Motivasi beragama karena didorong
oleh keinginan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
b.
Motivasi beragama didorong oleh
keinginan untuk mendapatkan keridhaan Allah dalam hidupnya.
c.
Motivasi beragama karena didorong
oleh keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.
d.
Motivasi beragama karena didorong
ingin hulul (mengambil tempat untuk menjadi satu dengan Tuhan). Motivasi ini
dipelopori oleh seorang sufi yang bernama Husain Ibnu Manshur al-Hallaj.
e.
Motivasi beragama karena didorong
oleh kecintaan (mahabbah) kepada Allah SWT. Motivasi ini dipelopori seorang
sufi yang bernama Rabi’ah al-Adawiyah.
f.
Motivasi beragama karena ingin
mengetahui rahasia Tuhan dan peraturan Tuhan tentang segala yang ada
(ma’rifah). Ma’rifah merupakan nur ilahi
yang dihujamkan kepada qalbu suci yang dikehendakinya. Seorang yang mencapai
ma’rifah mengalami penyingkapan (kasyaf) dan penyaksian (musyahadah) terhadap
ilmu yang hakiki. Ma’rifah diperoleh melalui penajaman cita rasa setelah
melakukan penyucian diri (tazkiyah al-nafs) dan latihan (riyadhah). Motivasi
ini dipelopori oleh seorang sufi yang bernama Abu Hamid al-Ghozali.
g.
Motivasi beragama karena didorong
oleh keinginan untuk al-ittihad (bersatu dengan Tuhan). Menurut ajaran tasawuf
untuk mencapai al-ittihad ada proses yang harus dilalui. Proses ittihad diawali
dengan adanya al-fana dan al-baqa yaitu menghancurkan atau menghilangkan
kesadaran terhadap dirinya dan yang ada hanya eksistensi Tuhan. Maksud
menghilangkan kesadaran akan dirinya sendiri adalah menghilangkan kebodohan,
menghilangkan sesuatu yang menyalahi peraturan Tuhan, menghilangkan semua
akhlak yang tercela, menghilangkan sifat-sifat kebinatangan dan kemanusiaan dan
menghilangkan eksistensi atau wujud jasmani. Sedangkan maksud menetapkan
kesadaran akan wujud Tuhan adalah menetapkan akan ilmu pengetahuan, menetapkan
sesuatu yang sesuai dengan peraturan Tuhan, mengisi dengan akhlak terpuji,
menetapkan sifat-sifat ketuhanan dan menetapkan eksistensi atau wujud rohani
untuk bersatu dengan Tuhan.
B.
Peranan Agama
Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa dunia berfikir dan rasanya
itulah yang membentuk kebudayaan dan hidup dalam kebudayaan. Masalah manusia
adalah amat kompleks, ruang lingkupnya sangat luas, seluas alam pikiran dan
perasaannya. Kalimat kebudayaan itu adalah gabungan dari dua kata “budi” dan
“daya”. Budi terletak di hati, sedangkan daya terletak pada perbuatan. Iman
timbalan budi, amal shaleh timbalan daya.
Cara hidup adalah makna yang paling umum dalam kebudayaan, yang secara umum
dipersetui oleh para ahli sekelompok manusia yang mengamalkan cara hidup yang
sama membentuk kesatuan sosial atau masyarakat dalam tiap ruang dan kawasan
wujud cara hidupnya sendiri, karena itu kebudayaan di suatu daerah berbeda
dengan kebudayaan lainnya.
Endang Saifuddin mengemukakan defenisi sebagai
berikut: kebudayaan adalah hasil karya cipta (pengolahan, pengarahan dan
pengarahan terhadap alam) oleh manusia dengan kekuatan jiwa (pikiran perasaan,
kemauan, intuisi, imajinasi fakultas-fakultas ruhaniah lainnya) dan raganya,
yang menyatakan diri dalam berbagai kehidupan (hidup ruhaniah penghidupan hidup
lahiriah) manusia, sebagai jawaban atas segala tantangan, tuntutan dan dorongan
dari intra diri manusia dan ekstra diri manusia, menuju arah terwujudnya
kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.(spritual dan material) manusia, baik
individu maupun masyarakat ataupun individu dan masyarakat
a.
Mendidik manusia, jadi tenteram dan
damai, tabah dan tawakal, ulet dan percaya pada diri sendiri.
b.
Membentuk manusia jadi berani berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan dengan kesiapan mengabdi dan berkorban.
c.
Mencetak manusia jadi sabar, enggan atau takut
untuk melakukan pelanggaran yang menjurus kepada dosa.
d.
Memberi sugesti manusia, agar dalam
jiwanya tumbuh sifat mulia terpuji dan penyantun, toleran kepada dosa.
Peranan
agama itu sebagai tali kekang
1.
Tali kekang dari pada pengembara akal pikiran (yang liar dan binal)
2.
Tali kekang dari gejolak hawa nafsu (yang angkara murka)
3.
Tali kekang dari pada ucapan dan perilaku (yang keji dan biadab).
C.
Pengalaman Keagamaan
Pengalaman
keagamaan didefinisiskan sebagai penyaksian Tuhan atau perkara-perkara gaib
lainnya. Jika penyaksian itu berhubungan dengan hal-hal yang bersifat inderawi,
maka hal tersebut disebut dengan pengalaman inderawi. Tetapi jika penyaksian
tersebut berhubungan dengan Tuhan atau hal-hal yang berasal dari-Nya, maka
disebut pengalaman keagamaan Dalam pengalaman keagamaan, Tuhan
memanifestasikan diri-Nya sendiri dalam wujud para pesuluk (orang yang
meniti jalan ruhani). Terkadang pengalaman keagamaan juga meliputi terkabulnya
doa dan penyembuhan penyakit. Tetapi dalam kerangka pembahasan filosofis,
pengalaman keagamaan dibatasi oleh pengalaman-pengalaman yang mengandung
pengetahuan tentang Tuhan.
Rudolf Otto dan Schleiermacher
beranggapan bahwa pengalaman keagamaan adalah inti dan substansi agama,
pemikiran agama dan akhlak lebih bersifat aksiden. Dalam pandangan Otto, jika
agama dipahami dan diyakini berdasarkan pengenalan rasionalitas atas wujud dan
sifat-sifat Tuhan, maka akan terdapat kesalahan dalam pemahaman agama.
Pengalaman keagamaan adalah
substansi agama dengan makna bahwa hakikat agama adalah perasaan khas yang
lahir ketika berhadapan dengan hakikat tak terbatas. Hal-hal lain, seperti
pemikiran agama, amal perbuatan dan akhlak tidak termasuk dalam hakikat dan
inti agama. Oleh karena itu, jika keadaan perasaan tersebut hadir pada diri
seseorang, maka dia disebut memiliki agama. Tetapi jika sebaliknya, maka dia
tidak dikategorikan sebagai orang yang beragama. Apabila perasaan tersebut
semakin sempurna, maka agama pun semakin sempurna. Agama dan perasaan
berbanding lurus.
Pengalaman keagamaan adalah inti dan
substansi agama dengan tafsiran bahwa ia merupakan tujuan dan maksud hakiki
agama. Ibn ‘Arabi menerima pengalaman keagamaan sebagai substansi agama dalam
pengertian tersebut. Menurut dia, syariat adalah jalan yang mengantarkan pesuluk
mencapai penyaksian (syuhudi) dan penyatuan dengan nama-nama dan
sifat-sifat Tuhan. Tingkatan inilah yang dimaksud tujuan dan kesempurnaan
agama. Jadi, kesempurnaan agama seseorang bergantung pada kemanunggalannya
dengan nama dan sifat Tuhan. Semakin banyak dia menyerap nama dan sifat Tuhan,
semakin sempurna agamanya.
1. Bentuk-bentuk Pengalaman Keagamaan
a.
Pengalaman
interpretatif
Yang dimaksud dengan pengalaman
interpretative (interpretative experiences) adalah warna pengalaman
agama ini bukan disebabkan oleh kekhususan-kekhususan pengalaman itu sendiri,
tetapi ditentukan oleh penafsirannya atas agama. Jadi, pelaku yang meraih
pengalaman keagamaan, memandang pengalamannya sendiri berdasarkan suatu
penafsirannya atas agama. Seperti seorang muslim yang memandang kematian
anaknya sebagai balasan atas dosanya sendiri, atau seorang penganut Kristen
menafsirkan kematian anaknya sebagai ikut serta dalam penderitaan Isa As. Jadi,
mereka bersabar dalam musibah tersebut dan menghasilkan ekspresi kejiwaan dalam
bentuk kesedihan, kenikmatan atau kebahagiaan.
Poin penting dalam masalah ini
adalah dengan bantuan penafsiran, maka semua hal yang terjadi dalam kehidupan
dapat diwarnai dengan warna keagamaan, lantas diamalkan dan dihayati. Sisi
epistemologi dalam pengalaman ini bukanlah hal yang dipentingkan.
b.
Pengalaman
inderawi
Pengalaman inderawi (sensory experience) adalah
pengalaman yang bersifat penginderaan yang dipengaruhi oleh lima panca indera.
Penglihatan-penglihatan yang bersifat keagamaan, perasaan menderita ketika
melakukan pengamalan keagamaan, melihat malaikat, mendengar wahyu dan
percakapan Musa as dengan Tuhan, kesemuanya itu dikategorikan dalam pengalaman
inderawi.
c.
Pengalaman
wahyu
Pengalaman ini meliputi wahyu, ilham dan bashirah
yang seketika. Pengalaman wahyu (revelatory experience) yang bersifat
seketika, tanpa penungguan sebelumnya, hadir dalam diri pesuluk. Dan warna
keagamaan pengalaman ini berkaitan dengan isi dan makna dari wahyu tersebut.
Menurut Davis, pengalaman ini memiliki lima kriteria:
- Bersifat tiba-tiba dan waktunya yang singkat;
- Meraih pengetahuan baru tanpa tafakkur dan argument;
- Berpengaruhnya faktor eksternal;
- Keyakinan akan kebenaran yang diperoleh;
- Tidak dapat dijelaskan dan digambarkan.
D.
Terminologi Agama
Pengertian
agama secara etimologi, kata agama berasal dari bahasa sangsekerta, yang
berasal dari akar kata gam artinya pergi, kemudian dari kata gam
tersebutmendapat awalan a dan akhiran a, maka terbentuklah kata agama artinya
jalan. Maksudnya, jalan mencapai kebahagiaan.
Di
samping itu terdapat pendapat yang menyatakan bahwa kata agama berasal dari
bahasa sangsekerta yang akar katanya adalah a dan gama. A artinya tidak dan
gama artinya kacau. Jadi, arti kata agama adalah tidak kacau atau teratur.
Kata
religi - religion dan religio, secara etimologi – menurut winker paris dalam
algemene encyclopaedie mungkin sekali dari bahasa latin, yaitu dari kata
religere atau religare yang berarti terikat, maka dimaksudkan bahwa setiap
orang yang bereligi adalah orang yang senantiasa merasa terikat dengan sesuatu
yang dianggap suci. Kalau dikatakan berasal dari kata religere yang berarti
berhati hati, maka dimaksudkanbahwa orang yang bereligi itu adalah orang yang
senantiasa bersikap hati hati dengan sesuatu yang dianggap suci.
Dari
etimologis ketiga kata di atas maka dapat diambil pengertian bahwa agama
(religi, din): (1) merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh
manusia untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera; (2) bahwa
jalan hidup tersebut berupa aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan
manusia yang dianggap sebagai kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti
dan ditaati. (3) aturan tersebut ada, tumbuh dan berkembang bersama dengan
tumbuh dan berkembangnya kehidupan manusia, masyarakat dan budaya.
1.
Jenis Makna Etimmologi
Dalam bahasa
Inggris, kata “agama” diterjemahkan menjadi “religion”. Untuk mengkaji kata
“religion”, kami menggunakan metode yang sama dengan di atas, yakni melalui
metode etimologis
Ada dua
pendapat mengenai asal-usul kata “agama”. Pertama, berasal dari bahasa
Indo-German, yaitu “gam”, identik dengan “go” dalam bahasa Inggris yang berarti
“jalan, cara berjalan, cara-cara sampai pada keridhaan Tuhan”. Namun, menurut
Sukardji, orang yang mengatakan bahwa kata “agama” berasal dari bahasa
Indo-German berarti belum mengetahui bahasa Sansekerta. Kedua, berasal dari
bahasa Sansekerta. Dalam kitab Upadeca tentang “Ajaran-ajaran Agama Hindu”,
disebutkan bahwa “agama” tersusun dari kata “a” yang berarti “tidak” dan “gam”
yang berarti “jalan”. Dalam bentuk harfiah, “agama” berarti “tetap di tempat,
langgeng, abadi, diwariskan secara terus-menerus dari generasi ke generasi”
(Sukardji, 1993: 26-27). Ada pula pendapat lain, yaitu “agama” berasal dari
kata “a” yang berarti “tidak”, dan “gama” yang berarti “kacau”. Maksudnya,
orang-orang yang memeluk suatu agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya, hidupnya
tidak akan kacau.
Kata “agama”
dalam bahasa Arab diterjemahkan menjadi “ad-dien”. Munjied mengatakan bahwa
arti harfiah dari “ad-dien” cukup banyak, misalnya “pahala, ketentuan,
kekuasaan, peraturan, dan perhitungan”. Fairuzabadi dalam kamusnya, Al-Muhieth,
mengatakan bahwa arti harfiah “ad-dien” adalah “kekuasaan, kemenangan,
kerajaan, kerendahan, kemuliaan, perjalanan, peribadatan, dan paksaan”
(Sukardji, 1993: 28). Sedangkan menurut Harun Nasution, “ad-dien” mengandung
arti “menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan” (Jalaluddin,
1996: 12).
2.
Pengertian Agama Secara Terminology
Secara terminologi dalam ensiklopedi
Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan
hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-Qur’an agama sering disebut
dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran
Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal.
Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna
yang ada pada istilah agama dan religi.
3.
Jenis
Makna Terminology
Definisi yang diberikan para ahli
sangat banyak. Saya sendiri menyimpan kira-kira 12 definisi. Namun,
definisi-definisi itu hanya menampilkan salah satu segi agama saja. Saya hanya
akan memberikan beberapa definisi saja yang menurut saya paling lengkap.
Webster New
20th Century Dictionary mengungkapkan bahwa definisi “religion” adalah “the
system of rules of conduct and law of action based upon the recognition of
belief in, and reverence for human power of supreme authority”. Batasan itu
menggambarkan bahwa “religion” adalah suatu sistem peraturan-peraturan dari
kegiatan yang semuanya itu didasarkan pada adanya kepercayaan dan pegangan pada
kekuatan yang Mahakuasa dan norma perilaku manusia yang didasarkan pada
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Tuhan (Sukardji, 1993: 33)
Sukardji memberikan definisi
“ad-dien” sebagai “undang-undang kebutuhan yang mendorong dan menjiwai orang
berakal dengan usahanya untuk sejahtera hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di
akhirat” (Sukardji, 1993: 34-35)
E.
Kesehatan Mental
Dr.Kartini Kartono mengatakan bahwa orang yang
memiliki mental sehat memilki sifat-sifat khas,antara lain mempunyai kemampuan
untuk bertindak secara episien memiliki tujuan-tujuan hidup yang jelas memiliki konsep diri yang sehat memiliki
koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usaha nya,memiliki regulasi diri
dan memiliki batin yang selalu tenang.
Jadi,orang yang sehat mentalnya dapat melakukan
adaptasi (penyesuaian diri) dengan lingkungannya,dengan mudah dapat menempatkan
diri pada perubahan sosial,selalu aktif berpartisipasi dan dapat merasakan
kepuasan atas terpenuhi kebutuhannya.
Apabila di tinjau dari, kata “mental” berasal dari kata
latin,yaitu,”mens”atau”mentis”artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam
bahasa yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu
kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu
jiwa).
Berikut ini
merupakan beberapa defenisi dari kesehatan mental:
1.
Kesehatan
mental adalah terhindarnya seseorang dari gejola jiwa (neurose) dan gejola
penyakit jiwa (psychose).
2.
Kesehatan
Mental adalah adanya kemmpuan yang memiliki oleh seseorang untuk menyesuaikan
diri dengan dirinya sendiri orang lain, masyarakat atau lingkungannya.
3.
Kesehatan mental adalah pengetahuan dan
perbuatan seseorang untuk mengembangkan potensi bakatdadan pembawaan yang ada
semaksimal mungkin sehingga menyebabkan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain
serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
4.
Kesehatan mental adalah terwujudnya
keharmonisan dalam fungsi jiwa serta terciptanya kemempuan untukl menghadapi
permasalahan sehari-hari sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan hatinya.
a.
Masalah Kesehatan Mental
Kesehatan
mental / jiwa selalu mempersoalkan mental/jiwa yang dimiliki seseorang apakah
bermasalah ataukan memilki kehidupan rohani yang sehat. Dan juga menegakkan
pada keutuhan peribadi psiko-fisik manusia yang menyeluruh.
Kesehatan
mental sebagai ilmu membicarakan bangaimana cara seseorang memecahkan masalah
batinya sehingga ia mampu memahami berbanagi kesulitan hidup dan melakukan
berbagai upaya agar jiwanya menjadi bersih.
Dengan
memahami ilmu kesehatan mental adalah arti mengerti, mau dan mampu
mengaktualisasikan dirinya, maka seseorang tidak akan megalami bermacam-macam
ketegangan kekuatan dan komplik barin. Selain itu, ia melakukan upaya agar
jiwanya menjadi seimbang dan kepribadiannya pun terinteraksi dengan baik. Ia
juga akan mampu memecahkan segala kesulitan jiwa.
Permasalahan
lain yang erat hubungannya dengan ilmu kesehatan mental, anatara lain adanya
usaha untuk menghindari unsur tekanan batin, komplik pribadi dan menciptakan
integrasi batin yang baik untuk melawan ketegangan dan komplik jiwa.
Orang yang
sehat mentalnya mempunyai pribadi
normal. Mereka akan bertindak dan berprilaku baik agar dapat di terima oleh
masyarakat. Selain itu dalam karakter dirinya terdapat kesesuaian dengan norma
dan pola hidup masyarakat.
b.
Peranan Pendidikan Agama Terhadap Kesehatan Mental
Ada beberapa
peranan pendidikan agama dalam kesehatan mental, antara lain:
1.
Dengan
Agama, dapat Memberikan Bimbingan dalam Hidup
Ajaran agama yang di tanamkan
sejak kecil kepada anak-anak dapat membentuk kepribadian yang islami. Anak akan
mampu mengendalikan keiginan-keigina dan terbentuk sesuatu kepribadian yang
harminis maka ia mampu menghadapi dorongan yang bersifat fisik dan
rohani/sosial, sehingga ia dapat
bersikap wajar tenang dan tidak melanggar hokum dan peraturan
masyarakat.
2.
Ajaran Agama
sebagai Penolong dalam Kesukaran Hidup
Setiep orang pasti pernah
merasakan kekecewaan, sehingga bila ia tidak berpengang teguh pada ajaran agam
dia akan memiliki perasaan rendah diri, apatis, pesimis, dan merasakan
kegelisahan. Bagi oarng yang berpengang
teguh pada agama bila mengalami kekecewaan ia tidak akan merasa putus
asa tetapi ia menghadapinya dengan tenang dan tabah. Ia segera mengigat Tuhan
sehingga ia dapat menemukan factor-faktor yang menyebabkan kekecewaan. Dengan
demikian, ia terhindar dari gangguan jiwa.
3.
Aturan Agama
dapat Menentramkan Batin
Agama dapat memberi jalan
penenang hati bagi jiwa yang sedang gelisah. Banyak orang yang tidak
menjalankan perintah agama, selalu merasa gelisah dalam hidupnya tetapi setelah menjalankan agama ia mendapat
ketenangan hati. Seseorang yang telah mendapat kesuksesan terkadang melupakan
agama. Ia terhanyut dalam harta yang berlimpah. Bahkan ia berusaha terus
mencari harta.
yang dapat membuat dirinya
bahagia. Namun, jauh dalam lubuk hatinya, ia merasa hampa. Hatinya gersang dan
tidak pernah tentram. Kemudian ia merenungkan diri merasa bahkan hartanya tidak
dapat memberinya ketengan batin.
4.
Ajaran Agama
sebagai pengendali Moral
Moral adalah kelakuan yang
sangat sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari
hati dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan
tersebut).
5.
Agama dapat
Menjadi Therapi Jiwa
Agama dapat membendung dan
menghindarkan gangguan jiwa. Sikap, perasaan, dan kelakuan yang menyebabkan
kegelisahan akan dapat diatasi bila manusia
menyesali perbuatannya dan memohon sehingga tercapailah kerukunan hidup
dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
6.
Peranan
Agama bagi Pembinaan mental
Unsur-unsur yang terpenting
dalam menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama moral dan
sosial (lingkungan) yang di perolehnya. Jika di masa kecil mereka memproleh
pemahaman mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mereka akan mempunyai
unsur-unsur yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan
nilai-nilai sosial dan moral sering mengalami perubahan, sesuai dengan
perubahan perkembangan masyarakat. Imam akan sifat-sifat Tuhan Maha Kuasa dan
Maha Pelindung sangat diperlukan oleh setiap manusia. Karena setiap orang
memerlukan rasa aman dan tidak terancam oleh bahaya, musuh, mala petaka dan
berbagai gangguan terhadap keselamatan dirinya.
F.
Prinsip – Prinsip Kesehatan Mental
Ilmu kesehatan mental adalah ilmu
yang mempelajari masalah kesehatan mental/ jiwa, bertujuan mencegah timbulnya
gangguan atau penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau
menyembuhkan penyakit mental, serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.
Prinsip-prinsip kesehatan mental manusia dan
sebab kekalutan mental
Ada beberapa prinsip pokok kesehatan mental manusia, antara lain :
Ada beberapa prinsip pokok kesehatan mental manusia, antara lain :
1. Menerima
diri sebagaimana adanya (self-aceptance)
Pada umumnya, orang yang sehat mentalnya
dapat menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya dan mempunyai self-esteem
yang positif, tetapi jangan sampai berlebih-lebihan. Self-esteem merupakan
essential component mengenai mental yang sehat (Allport, 1961; Maslow, 1970;
Rogers, 1961 dalam Capuzzi & Gross, 1997). Self-esteem yang negatif dapat
menimbulkan berbagai masalah sehingga keadaan mental kurang baik atau kurang
sehat. Menerima keadaan diri sebagaimana adanya juga berarti menerima diri dengan
segala kelebihan dan kekurangannya.
2. Mengerti
tentang keadaan diri (self-knowledge)
Orang yang mentalnya sehat mengerti
dengna baik tentang keadaan dirinya. Orang akan sadar, baik mengenai
perasaannya, motivasinya, kemampuan berpikirnya, maupun aspek-aspek mentalnya
yang lain.
3. Self-confidence
dan self control
Orang yang sehat mentalnya mempunyai
percaya diri (self confidence)
dan kontrol diri (self-control). Merek adapat
independen bila diperlukan dan dapat pula asertif apabila yang bersangkutan
ingin asertif. Mereka mempunyai internal focus of control. Merek adapat
mengontrol dirinya dengan baik.
4. A
clear perception of reality
Orang yang sehat mentalnya mampu
mengadakan persepsi keadaan realita secara baik. Orang dapat membedakan mana
yang riil dan mana yang tidak. Orang yang demikian tidak mencampuradukkan
anatara yang riil dengna yang tidak riil, bersifat objektif, dan selalu melihat
realita seperti apa adanya.
5. Balance
and moderation
Orang yang mentalnya sehat mempunyai
keseimbangan atau balance dalam kehidupannya. Mereka bekerja, tetapi juga
istirahat atau main; menangis, tetapi juga tertawa; mementingkan diri
(selfish), tetapi juga mementingkan sosial (altruistic); berpikir logis, tetapi
juga intuitif, pada dasarnya, kehidupan mereka selalu dalam keadaan
keseimbangan. Orang yang sehat mentalnya bersikap moderat, tidak ekstrim. Kalau
bersikap ekstrim dapat menimbulkan masalah.
6. Love
of others
Orang yang sehat mentalnya akan
menyayangi sesama manusia, mereka tidak mempunyai sikap permusuhan terhadap orang
lain. Dengan demikian, mereka dapat diterima secara baik oleh orang-orang lain,
tidak timbul permusuhan, suasana adanya kedamaian.
7. Love
of life
Orang yang sehat mentalnya akan
menyayangi kehidupan yang dihadapi. Apa yang dihadapi dalam kehidupannya selalu
diterima secara tulus dan penuh rasa sayang.
8. Purpose
in life
Orang yang sehat mentalnya menyadari
dengan sepenuhnya tentang tujuan kehidupannya. Untuk apa dan ke arah mana
kehidupannya disadari dengan sepenuhnya, tidak ada keragu-raguan dalam
mengarungi kehidupannya.
Demikianlah prinsip-prinsip kesehatan
mental, pengembangan dan penyesuaian diri (adjustment) yang merupakan dasar
kebahagiaan bagi setiap orang. Kekurangan pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut
akan mengurangi kebahagiaannya. Derajat kebahagiaan anatara lain dapat diukur
melalui kemantapan pelaksanaan prinsip-prinsip itu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Elizabrth K. Nottinghamn mengatakan
bahwa agama memiliki kontribusi terhadap proses sosialisasi dan masing-masing
anggota masyarakat. Manusia membutuhkan suatu institusi yang menjaga dan
menjamin berlangsungnya ketertiban dalam hidup moral dan sosial, dan agama
sangat berfungsi sebagai institusi semacam itu.
Motivasi agama yang mereka lahirkan lewat tingkah laku keagamaan tersebut
tidak lain merupakankeberadaan agama sebagai sarana untuk menjaga kesusilaan
dan tata tertib masyarakat.
2.
Endang Saifuddin mengemukakan
defenisi sebagai berikut: kebudayaan adalah hasil karya cipta (pengolahan,
pengarahan dan pengarahan terhadap alam) oleh manusia dengan kekuatan jiwa
(pikiran perasaan, kemauan, intuisi, imajinasi fakultas-fakultas ruhaniah
lainnya) dan raganya, yang menyatakan diri dalam berbagai kehidupan (hidup
ruhaniah penghidupan hidup lahiriah) manusia, sebagai jawaban atas segala
tantangan, tuntutan dan dorongan dari intra diri manusia dan ekstra diri
manusia, menuju arah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan
manusia.(spritual dan material) manusia, baik individu maupun masyarakat
ataupun individu dan masyarakat
3.
Pengalaman keagamaan adalah inti dan
substansi agama dengan tafsiran bahwa ia merupakan tujuan dan maksud hakiki
agama. Ibn ‘Arabi menerima pengalaman keagamaan sebagai substansi agama dalam
pengertian tersebut. Menurut dia, syariat adalah jalan yang mengantarkan pesuluk
mencapai penyaksian (syuhudi) dan penyatuan dengan nama-nama dan
sifat-sifat Tuhan. Tingkatan inilah yang dimaksud tujuan dan kesempurnaan
agama. Jadi, kesempurnaan agama seseorang bergantung pada kemanunggalannya
dengan nama dan sifat Tuhan. Semakin banyak dia menyerap nama dan sifat Tuhan,
semakin sempurna agamanya.
4.
Secara terminologi dalam ensiklopedi
Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan
hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-Qur’an agama sering disebut
dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran
Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal.
Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna
yang ada pada istilah agama dan religi.
5.
Dr.Kartini
Kartono mengatakan bahwa orang yang memiliki mental sehat memilki sifat-sifat
khas,antara lain mempunyai kemampuan untuk bertindak secara episien memiliki
tujuan-tujuan hidup yang jelas memiliki
konsep diri yang sehat memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan
usaha-usaha nya,memiliki regulasi diri dan memiliki batin yang selalu tenang.
6.
Ilmu kesehatan mental
adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental/ jiwa, bertujuan mencegah
timbulnya gangguan atau penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha
mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta memajukan kesehatan jiwa
rakyat.
B.
Saran
Dengan adanya makalah ini saya berharap rekan
rekan mahasiswa dan mahasiswi dapat memahami makna dan tujuan dibuatnya makalah
ini,,sehingga dapat dipelajari dan digali lebih mendalam lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ancok ,Damaluddin
& Fuat Nashori Suroso.2008.Psikologi Islam. Cetakanke
VII. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Sholeh ,
Mohamad & ImamMusbikin. 2005.Agama sebagai terapi. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Najati ,Muhammad Ustman.2004. Psikologi
dalam PersepektifHadits.Jakarta:Al-HusnaBaru.
Mohamad
sholeh & imam.Agama sebagai terapi (Yogyakarta:PustakaPelajar,
2005),
Damaluddin Ancok & Fuat Nashori Suroso. Psikologi
Islam ( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2008),Muhammad Ustman Najati.Psikologi
dalam Persepektif Hadis.(Jakarta:Al-HusnaBaru, 2004
Yusak
Burhanuddin. Kesehatan Mental,
Bandung: Pustaka Setia, 1998.
Zakiah
Daradjat. Islam & Kesehatan Mental,
Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001.
0 komentar:
Post a Comment