Saturday, April 21, 2018

MAKALAH TENTANG TRANSPLANTASI ORGAN, BANK ASI DAN BANK SPERMA

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Berbagai ragam permasalahan yang muncul ditengah-tengah masyarakat, baik yang menyangkut masalah ibadah, aqidah, ekonomi, sosial, sandang, pangan, kesehatan dan sebagainya, seringkali meminta jawaban kepastiannya dari sudut hukum. Dalam kondisi yang demikian, maka berkembanglah salah satu disiplin ilmu yang dinamakan Masail Fiqhiyyah.
Studi yang menyangkut berbagai masalah fiqhiyyah tersebut terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat sebagai akibat dari kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak hal yang dahulu tidak ada kini bermunculan yang selanjutnya menuntut jawaban dari segi hukum.dan kali ini permasalahan yang kontemporer mengenai transpalasi organ,bank asi dan bank sperma yang terjadi pada masa ini menjadi guyonan yang menarik untuk dicari dan dipelajari secara keilmuan dan ditinjau dari hukum islam.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian trasnpalasi organ tubuh?
2.      Bagai mana hukum transpalasi?
3.      Apa pengertian bank asi dan bank sperma?
4.      Bagaimana hukum bank asi dan bank sperma?

C.     TUJUAN
1 . Mengetahui Apa pengertian trasnpalasi organ tubuh.
2. Mengetahui Bagai mana hukum transpalasi.
3. Mengetahui Apa pengertian bank asi dan bank sperma.
4. Mengetahui Bagaimana hukum bank asi dan bank sperma.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Transplantasi Organ Tubuh
Pengertian transplantasi (pencangkokan) ialah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.(M.Ali Hasan:121,1997)
Dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terkait dengannya :
Pertama, Donor, yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk dipasangkan pada orang lain yang organ tubuhnya menderita sakit atau terjadi kelainan.
Kedua, Resipien, yaitu orang yang menerima organ tubuh dari donor yang karena satu dan lain hal, organ tubuhnya harus diganti.
Ketiga, Tim ahli, yaitu para dokter yang menangani operasi transplantasi dari pihak donor kepada resipien.

Berkenaan dengan donor, transplantasi dapat  dikategorikan ke dalam tiga tipe, yaitu :
1.      Donor dalam keadaan hidup sehat. Dalam tipe ini perlu adanya seleksi yang cermat dan harus dilakukan general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap menyeluruh), baik terhadap donor maupun terhadap resipien (penerima), demi menghindari kegagalan transplantasi yang disebabkan penolakan tubuh resipien dan sekaligus menghindari dan mencegah resiko bagi donor.
2.      Donor dalam keadaan koma. Apabila donor dalam keadaan koma atau diduga kuat akan meninggal segera, maka dalam pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan penunjang kehidupan, misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus.
3.      Donor dalam keadaan meninggal. Dalam tipe ini, organ tubuh yang akan dicangkokkan diambil ketika donor telah meninggal berdasarkan ketentuan medis dan yuridis, juga harus diperhatikan daya tahan organ yang akan diambil untuk transplantasi.

B.     Hukum Transplantasi Organ Tubuh
1.      Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Sehat
Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, maka hukumnya ‘Haram’, dengan alasan :
a.       Firman Allah dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 195 :
وَلاَ تُلْقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ إَلىَ التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan”.
Ayat tersebut mengingatkan manusia, agar jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, namun tetap menimbang akibatnya yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri donor, walaupun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur.
Orang yang mendonorkan organ tubuhnya pada waktu masih hidup sehat kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko ketidakwajaran, karena mustahil Allah menciptakan mata atau ginjal secara berpasangan kalau tidak ada hikmah dan manfaatnya bagi seorang manusia. Maka bila ginjal si donor tidak berfungsi lagi, maka ia sulit untuk ditolong kembali. Maka sama halnya, menghilangkan penyakit dari resipien dengan cara membuat penyakit baru bagi si donor. Hal ini tidak diperbolehkan karena dalam qaidah fiqh disebutkan:
الضَّرَرُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَرِ
“Bahaya (kemudharatan) tidak boleh dihilangkan dengan bahaya (kemudharatan) lainnya.

b.      Qaidah Fiqhiyyah
دَرْءُ اْلمَفاَسِدِ مُقَدَّمٌ عَلىَ جَلْبِ اْلمَصَالِحِ
“Menghindari kerusakan/resiko, didahulukan dari/atas menarik kemaslahatan”.

Berkaitan transplantasi, seseorang harus lebih mengutamakan menjaga dirinya dari kebinasaan, daripada menolong orang lain dengan cara mengorbankan diri sendiri dan berakibat fatal, akhirnya ia tidak mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya, terutama tugas kewajibannya dalam melaksanakan ibadah.

2.      Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Koma
Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan koma, hukumnya tetap haram, walaupun menurut dokter, bahwa si donor itu akan segera meninggal, karena hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah, hal tersebut dapat dikatakan ‘euthanasia’ atau mempercepat kematian. Tidaklah berperasaan/bermoral melakukan transplantasi atau mengambil organ tubuh dalam keadaan sekarat. Orang yang sehat seharusnya berusaha untuk menyembuhkan orang yang sedang koma tersebut, meskipun menurut dokter, bahwa orang yang sudah koma tersebut sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Sebab ada juga orang yang dapat sembuh kembali walau itu hanya sebagian kecil, padahal menurut medis, pasien tersebut sudah tidak ada harapan untuk hidup. Maka dari itu, mengambil organ tubuh donor dalam keadaan koma, tidak boleh menurut Islam dengan alasan sebagai berikut :
a.       Hadits Nabi, riwayat Malik dari ‘Amar bin Yahya, riwayat al-Hakim, al-Baihaqi dan al-Daruquthni dari Abu Sa’id al-Khudri dan riwayat Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Ubadah bin al-Shamit :
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh pula membuat madharat pada orang lain”.

Berdasarkan hadits tersebut, mengambil organ tubuh orang dalam keadaan koma/sekarat haram hukumnya, karena dapat membuat madharat kepada donor tersebut yang berakibat mempercepat kematiannya, yang disebut euthanasia.
b.      Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya demi mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati berada di tangan Allah. Oleh karena itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat kematian orang lain, meskipun hal itu dilakukan oleh dokter dengan maksud mengurangi atau menghilangkan penderitaan pasien.
3.      Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Meninggal
Mengambil organ tubuh donor (jantung, mata atau ginjal) yang sudah meninggal secara yuridis dan medis, hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan Islam dengan syarat bahwa :
a.       Resipien (penerima sumbangan organ tubuh) dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia sudah berobat secara optimal baik medis maupun non medis, tetapi tidak berhasil. Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyyah :
الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ اْلمَحْظُوْرَاتِ
“Darurat akan membolehkan yang diharamkan”
Juga berdasarkan qaidah fiqhiyyah :
الضَّرَرُ يُزَالُ
“Bahaya itu harus dihilangkan”.

b.      Juga pencangkokan cocok dengan organ resipien dan tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih gawat baginya dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Disamping itu harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya, untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal, atau ada izin dari ahli warisnya
.
Demikian ini sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 29 Juni 1987, bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan katup jantung orang yang telah meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup, dapat dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan (lewat wasiat sewaktu masih hidup) dan izin keluarga/ahli waris.

Adapun fatwa MUI tersebut dikeluarkan setelah mendengar penjelasan langsung Dr. Tarmizi Hakim kepada UPF bedah jantung RS Jantung “Harapan Kita” tentang teknis pengambilan katup jantung serta hal-hal yang berhubungan dengannya di ruang sidang MUI pada tanggal 16 Mei 1987. Komisi Fatwa sendiri mengadakan diskusi dan pembahasan tentang masalah tersebut beberapa kali dan terakhir pada tanggal 27 Juni 1987.
Adapun dalil-dalil yang dapat menjadi dasar dibolehkannya transplantasi organ tubuh, antara lain:
a.       Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 195 yang telah kami sebut dalam pembahasan didepan, yaitu bahwa Islam tidak membenarkan seseorang membiarkan dirinya dalam bahaya, tanpa berusaha mencari penyembuhan secara medis dan non medis, termasuk upaya transplantasi, yang memberi harapan untuk bisa bertahan hidup dan menjadi sehat kembali.
b.      Al-Quran surah Al-Maidah ayat 32:
وَمَنْ أَحْياَهَا فَكَأَنمَّاَ أَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعاً
“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya”.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa tindakan kemanusiaan (seperti transplantasi) sangat dihargai oleh agama Islam, tentunya sesuai dengan syarat-syarat yang telah disebutkan diatas.
c.       Al-Quran surah Al-Maidah ayat 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa”. Selain itu juga ayat 195, menganjurkan agar kita berbuat baik. Artinya: “Dan berbuat baiklah karena Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
Menyumbangkan organ tubuh si mayit merupakan suatu perbuatan tolong-menolong dalam kebaikan, karena memberi manfaat bagi orang lain yang sangat memerlukannya.
Pada dasarnya, pekerjaan transplantasi dilarang oleh agama Islam, karena agama Islam memuliakan manusia berdasarkan surah al-Isra ayat 70, juga menghormati jasad manusia walaupun sudah menjadi mayat, berdasarkan hadits Rasulullah saw. : “Sesungguhnya memecahkan tulang mayat muslim, sama seperti memecahkan tulangnya sewaktu masih hidup”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Said Ibn Mansur dan Abd. Razzaq dari ‘Aisyah).
C.Bank Air Susu Ibu (ASI)
1. Pengertian Bank ASI
Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar oleh bakteri.
Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada anaknya
Berapa lama ASI dapat bertahan sesuai dengan suhu ruangannya: 
1.Suhu 19-25 derajat celsius ASI dapat tahan 4-8 jam.
2.Suhu 0-4 derajat celsius ASI tahan 1-2 hari
3.Suhu dalam freezer khusus bisa tahan 3-4 bulan.

2. Hukum Jual Beli Asi 
Air Susu Ibu (ASI) adalah bagian yang mengalir dari anggota tubuh manusia, dan tidak diragukan lagi itu merupakan karunia Allah bagi manusia dimana dengan adanya ASI tersebut seorang bayi dapat memperoleh gizi. ASI tersebut merupakan sesuatu hal yang urgen di dalam kehidupan bayi. Karena pentingnya ASI tersebut untuk pertumbuhan maka sebagian orang memenuhi kebutuhan tersebut dengan membeli ASI pada orang lain. Jual beli ASI manusia itu sendiri di dalam fiqih Islam merupakan cabang hukum yang para ulama berbeda pendapat di dalamnya. Ada dua pendapat ulama tentang hal tersebut.
Pertama, tidak boleh menjualnya. Ini merupakan pendapat ulama madzhab Hanafi kecuali Abu Yusuf, salah satu pendapat yang lemah pada madzhab Syafi'i dan merupakan pendapat sebagian ulama Hanbali.
Kedua, pendapat yang mengatakan dibolehkan jual beli ASI manusia. Ini merupakan pendapat Abu Yusuf (pada susu seorang budak), Maliki dan Syafi'i, Khirqi dari madzhab Hanbali, Ibnu Hamid, dikuatkan juga oleh Ibnu Qudamah dan juga madzhab Ibnu Hazm.
D.    Bank Sperma
A.    Pengertian Bank Sperma
Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu di bekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma. Dalam bahasa medis bisa disebut juga CryiobankingCryiobanking adalah suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.
Latar belakang munculnya bank sperma antara lain adalah sebagai berikut:
                       1.                    Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan pada seorang pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak.
                       2.                    Memperoleh generasi jenius atau orang super.
                       3.                    Menghindarkan kepunahan manusia
                       4.                    Memilih suatu jenis kelamin
                       5.                    Mengembangkan kemajuan teknologi terutama dalam bidang kedokteran.


B.     Hukum Bank Sperma dan Pendapat Para Ulama
Bank sperma merupakan tempat penyimpanan sperma yang diambil dari pendonor, yang perlu dinyatakan untuk menentukan hukum tentang bank sperma adalah, tahap pertama cara pengambilan atau mengeluarkan sperma dari si pendonor, yaitu dengan cara masturbasi (onani). 
Persoalan dalam hukum Islam adalah bagaimana hukum onani tersebut dalam kaitan dengan pelaksanaan pengumpulan sperma di bank sperma dan inseminasi buatan ?. Secara umum islam memandang melakukan onani merupakan tergolong perbuatan yang tidak etis. Mengenai masalah hukum onani fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak dan ada yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah, Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa Allah SWT memerintahkan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada isteri dan budak yang dimilikinya. Sebagaimana dalam surat 23 [al-Mu'minun] ayat 5-7 :












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan diatas yaitu
1.      transplantasi (pencangkokan) ialah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada
2.      Berkaitan transplantasi, seseorang harus lebih mengutamakan menjaga dirinya dari kebinasaan, daripada menolong orang lain dengan cara mengorbankan diri sendiri dan berakibat fatal, akhirnya ia tidak mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya, terutama tugas kewajibannya dalam melaksanakan ibadah
3.      Jika wanita menyerahkan susunya kepada Bank ASI, maka air susu itu sama saja seperti darah yang disumbangkan untuk kemaslahatan umat manusia. Sebagaimana darah boleh diterima oleh siapa saja dan boleh diberikan kepada yang memerlukan, maka air susupun demikian juga hukumnya.
4.      Menurut pandangan Islam pemanfaatan Bank Sperma haram hukumnya, karena status anak menjasi anak zina
B.      Saran
Dengan adanya makalah ini saya berharap rekan rekan mahasiswa dan mahasiswi dapat memahami makna dan tujuan dibuatnya makalah ini,,sehingga dapat dipelajari dan digali lebih mendalam lagi.







DAFTAR PUSTAKA

Hasan Ali M, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam           PT RajaGrafindo Persada,Jakarta.1997

Majduddin.masail al fiqh kasus kasus aktual dalam hukum islam,

0 komentar:

Post a Comment